Sinar matahari, laut… dan keterampilan dalam pariwisata: ILO mendukung perempuan di timur laut Indonesia dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan

--
BUDO dan MARINSOW, SULAWESI UTARA – Saat matahari terbenam di atas Sulawesi dan cahaya jingganya mengubah cakrawala menjadi emas, wisatawan-wisatan tengah mengambil foto dan mengagumi pemandangan itu. Bahkan bagi orang lokal, terbenamnya matahari di gunung berapi sangat luar biasa, kata seorang ibu yang sedang berkunjung dari kota terdekat pada suatu Jumat sore di dermaga Budo, sebuah desa berpenduduk 2,400 orang yang bertengger di lautan, 25 kilometer timur laut ibukota daerah Manado.
Berkat dukungan dari Organisasi Perburuhan International (ILO) dan mitranya, Budo telah meningkatkan pendapatannya dari pariwisata lima kali lipat dan kini muncul sebagai salah satu destinasi turis. Ini adalah salah satu dari empat desa yang didukung oleh progam ILO yang membantu masyarakat pedesaan melakukan diversifikasi ke pariwisata berkelanjutan, memberikan keterampilan kepada pengusaha lokal, terutama perempuan.
Hingga beberapa tahun lalu, dermaganya – yang panjang sekitar 300 meter dan melintasi hutan bakau yang menghubungkan desa ke laut lepas – dibobrok dan hanya digunakan oleh nelayan yang melaut. Dulu ikan jauh lebih banyak dan tidak ada turis, ucap Hani Lorens Singa, Presiden Badan Usaha Desa (BUMDES). Sejak itu, stok ikan menyusut dan pada saat yang sama, dengan dukungan dari pemerintah, dermaga telah direnovasi dan dicat, bangku dan pondok kayu ditambahkan untuk kenyamanan wisatawan, dengan biaya masuk sebesar 10,000 Rupiah (US$ 0.65), bisa jalan-jalan dan menikmati pemandangan. Sekitar seperlima dari pengunjung mengeluarkan lebih banyak – memesan makanan dan minuman lokal di loket tiket dan dengan sesekali pengunjung juga menginap, kata Lorens Singa. Makanan pesanan pengunjung disiapkan dan diantarkan ke dermaga oleh siapapun dari anggota paguyuban yang ada.
“Kami berbagi pekerjaan, kami berbagi pendapatan – ini adalah pariwisata dalam skala manusia,” tambahnya.
Banyak desa pesisir di provinsi Sulawesi Utara, jauh di timur laut Indonesia, secara historis bergantung pada penangkapan ikan skala kecil. Perempuan di komunitas tersebut biasanya tidak memiliki pendapatan mandiri. Proyek pariwisata ini memberi mereka tidak hanya pekerjaan tetapi juga rasa pemenuhan, kata Olfi Seli Budiman, salah satu pengusaha pariwisata baru di Marinsow, sekitar satu jam perjalanan lebih jauh ke timur.
Marinsow berada di kawasan pertambangan, yang disebut oleh pemerintah sebagai 'tujuan wisata prioritas' dan didukung secara finansial dengan tujuan mendiversifikasi ekonominya. Lebih dari 50 penduduk desa menerima bungalo kayu kecil di petak masing-masing untuk memulai bisnis penginapan, atau homestay, seperti yang dikenal di Indonesia. ILO, dengan mitra lokal Universitas Klabat dan Politeknik Negeri Manado, membantu mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan, seperti pembukuan, perhitungan biaya dan pemasaran, perhotelan dan pariwisata.
“Saya sangat terkejut mengetahui bahwa turis lebih menyukai menggunakan seprai putih dan makanan yang beragam,” kata Yeni Alelo. Ibu Alelo dan peserta lainnya juga telah mempelajari pentingnya menggunakan hashtag atau tagar di postingan pemasaran media sosial, sehingga wisatawan yang sedang mencari tempat penginapan di area tersebut dapat menemukannya dengan lebih mudah.
“Banyak pengusaha yang bekerja sama dengan kami belum pernah menjadi turis, jadi tanpa pelatihan, tidak jelas bagi mereka untuk mengetahui apa yang diharapkan turis,” kata Mary Kent, Kepala Penasihat Teknis ILO untuk proyek tersebut. “Dukungan kami melengkapi infrastruktur pemerintah yang telah disiapkan untuk mendorong pariwisata desa, memberikan keterampilan kewirausahaan yang penting untuk meluncurkan usaha mikro masyarakat yang sukses.”
Investigasi dalam keterampilan untuk pemasaran dan kontrol kualitas di komunitas ini telah membuahkan hasil, dengan sekitar setengah dari beberapa ratus wisatawan yang bermalam di Marinsow tahun lalu datang dari luar provinsi, termasuk peningkatan jumlah wisatawan dari luar negeri. Marinsow berjarak beberapa kilometer dari pantai yang masih asli, jadi sebelum homestay dan layanan tambahan yang dikembangkan, wisatawan tidak memiliki banyak alasan untuk berkunjung. “Yang bisa saya lakukan hanyalah menjual makanan ringan sederhana di pantai,” kata Yvonne Kubis, seorang juru masak. “Sekarang, saya memasak makanan lengkap dan mengantarkan ke homestay mereka.”
Usaha kecil perempuan dibiayai melalui kredit keuangan mikro, dan mereka mampu melakukan semaua pembayaran tepat waktu, kata Gabriel Tamasengge, walikota desa. “Kami sangat bangga dengan para perempuan kami, dengan kecerdasan bisnis yang tidak pernah kami ketahui mereka memiliki.”
Keterampilan untuk kemakmuran
Proyek desa wisata merupakan bagian dari Program Keterampilan untuk Kemakmuran, yang didanai oleh Inggris, mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif melalui pengembangan keterampilan di tiga negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja dan mata pencaharian penerima manfaat.
Untuk memastikan keberlanjutan program, dan pada akhirnya untuk menjangkau lebih dari empat desa yang didukung, ILO telah melatih pelatih lokal, termasuk staf dari institusi pendidikan tinggi Politeknik Negeri Manado dan Universitas Klabat. Pakar pariwisata di mitra proyek University of Gloucestershire di Inggris juga telah berkontribusi pada pembangunan kapasitas lembaga-lembaga pengiriman ini, membantu mengintegrasikan fokus masyarakat ke dalam kurikulum standar dan program studi mereka.
Dukungan ke desa menggambarkan dengan baik pendekatan ILO di Indonesia, ujar Michiko Miyamoto, Direktur ILO. “Program Pekerjaan Layak kami berfokus pada dialog sosial, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan perlindungan pekerja yang rentan,” katanya. Selain itu, program ini juga berkontribusi pada Kemitraan Aksi Agenda Biru Nasional PBB di Indonesia dengan pemerintah dalam mendukung pembangunan berkelanjutan masyarakat laut dan pesisir, tambah Michiko.
Sulawesi Utara memiliki 150 desa pesisir yang memiliki potensi wisata, menurut pemerintah daerah. Meski ada perbaikan, masih banyak yang harus dilakukan, kata Lorens Singa di Budo, yang merupakan pemenang kategori pemasaran digital pada Penghargaan Top 50 Desa Wisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tahun ini. “Kita perlu menawarkan lebih banyak alasan bagi orang-orang untuk tetap tinggal untuk makan atau bermalam.”
Salah satu pilihan bisa pemasaran offline untuk mendapatkan lebih banyak wisatawan asing dari tujuan menyelam kelas dunia terdekat di dalam Taman Laut Bunaken untuk datang untuk makan malam dan kunjungan ke desa khas, dari eta pariwisata massal. Mereka berencana untuk menawarkan kelas memasak dan kerajinan tangan serta perjalanan memancing. Saat okupansi mulai tumbuh, mereka juga ingin membangun lebih banyak homestay, kata Lorens Singa.
“Tugas kami sekarang adalah memastikan bahwa ketika pendanaan dari ILO dan pemerintah berhenti, kami akan memiliki bisnis yang sudah terbentuk dan dapat berdiri sendiri sepenuhnya,” katanya. “Kami memiliki visi, dan kami memiliki komitment – saya yakin kami akan berhasil.





***
Artikel ini telah dimuat sebelumnya di UN News 7 Januari 2023