Anak Muda Indonesia Majukan Warisan Budaya di Hari Batik Nasional
13 Oktober 2021
Anak Muda Indonesia Majukan Warisan Budaya di Hari Batik Nasional
Batik, teknik membuat pola pada tekstil dengan pewarna yang tahan terhadap lilin, adalah seni yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi di Indonesia. Namun, para seniman saat ini, yang telah berjuang untuk bersaing dengan versi produk komersial, menghadapi masa depan yang tidak menentu di tengah pandemi COVID-19.
Pada tanggal 2 Oktober, yang merupakan Hari Batik Nasional Indonesia, UNESCO Jakarta dan mitranya, Citi Foundation, menyelenggarakan sebuah perayaan virtual batik yang disebut "Batik: Karsa Adhikari." Dengan nama yang diambil dari bahasa Sansekerta yang berarti "niat" dan "istimewa", perayaan daring UNESCO ini mengeksplorasi akar budaya batik dan mengumpulkan para ahli untuk mendiskusikan cara-cara untuk membuat industri ini lebih berkelanjutan.
"Batik merupakan ekspresi warisan budaya Indonesia sekaligus sumber ekonomi bagi ratusan ribu orang, banyak dari mereka yang tinggal di komunitas pedesaan yang telah terpukul oleh pandemi," ujar Valerie Julliand, Koordinator Perwakilan PBB untuk Indonesia, "Keterlibatan kaum muda sangat penting untuk menjaga agar seni ini tetap hidup untuk generasi yang akan datang."
Batik adalah seni yang hidup. Batik menyentuh semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia: dari gendongan batik yang dirancang untuk membawa keberuntungan bagi bayi yang digendongnya, hingga kain kafan yang digunakan untuk menyelimuti jenazah. Namun, proses pembuatannya memakan waktu dan tenaga. Membuat pakaian bermotif rumit dengan tangan bisa memakan waktu berminggu-minggu, tetapi cetakan yang diproduksi secara massal dapat diproduksi jauh lebih murah dan memenuhi pasar dalam hitungan hari. Bahkan sebelum pandemi, kondisi ini membuat kondisi sulit bagi sekitar 18.000 usaha batik skala kecil dan mikro yang saat ini terdaftar di Kementerian Perindustrian. Namun, COVID-19 telah berdampak secara tidak proporsional pada usaha kecil, memberikan tekanan pada para pelaku usaha kreatif muda di salah satu sektor paling tradisional di Indonesia.
Pengakuan akan pentingnya batik Indonesia secara budaya dan ekonomi inilah yang mendorong UNESCO untuk menetapkannya sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) pada tanggal 2 Oktober 2009. Dua belas tahun sejak penetapan tersebut, ada urgensi baru bagi kaum muda untuk merangkul seni ini agar dapat bertahan di masa depan, demikian ditekankan oleh para pembicara dari Pemerintah Indonesia, UNESCO, dan sektor swasta dalam acara Batik: Karsa Adhikari.
"Keterlibatan anak muda adalah sebuah keharusan," kata Direktur UNESCO Jakarta, Mohamed Djelid, "Untuk itu, kita harus memberdayakan mereka [anak muda] dengan cara-cara yang memungkinkan mereka untuk meneruskan warisan budaya ini."
Untuk memastikan bahwa generasi muda yang terlibat dalam produksi batik memiliki kesempatan untuk bertahan hidup, UNESCO dan Citi Indonesia mendirikan Kita Muda Kreatif empat tahun yang lalu. Program ini membantu membina para pelaku kreatif muda dalam membangun bisnis yang berkelanjutan. Program ini telah memberikan pengembangan kapasitas bisnis kepada lebih dari 400 wirausahawan muda di bidang budaya yang tinggal di sekitar situs-situs yang telah ditetapkan oleh UNESCO dan tujuan wisata populer lainnya di Indonesia.
CEO Citi Indonesia, Batara Sianturi memuji pencapaian program ini di tahun dimana COVID-19 telah menekan sektor ini hingga ke titik puncaknya. Industri budaya seperti batik tidak hanya menyediakan lapangan pekerjaan yang layak, tetapi juga membantu membuat ekonomi lebih inklusif karena mendukung kaum muda dan perempuan sebagai pelaku utama, katanya. "Saya senang melihat lebih dari 50 persen peserta program Kita Muda Kreatif adalah perempuan," ujar Sianturi kepada para hadirin, "Saya yakin mereka dapat memberikan kontribusi positif pada apa pun yang mereka kerjakan."
Menjelang acara Batik: Karsa Adhikari, UNESCO dan mitranya telah menyediakan peralatan edukasi untuk ratusan siswa TK dan SD yang berisi pewarna ramah lingkungan. Pada acara tersebut, mereka berlatih membuat pola batik di atas pot tanaman yang dipandu oleh pembawa acara.
Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen memuji kesadaran para siswa muda terhadap batik. Ia mendorong anak-anak muda untuk mengenakan batik sebagai ekspresi kebanggaan nasional dan belajar tentang nenek moyang mereka dengan mempelajari motif dan polanya. Namun, ia juga mengingatkan mereka untuk memperhatikan limbah dari industri batik, dan menganjurkan penggunaan pewarna alami untuk melindungi lingkungan.
Acara UNESCO ditutup dengan tur virtual ke desa penghasil batik di Klaten, Jawa Tengah, dan pasar fesyen yang mempromosikan produk batik dari anak-anak muda kreatif sebagai bagian dari program Kita Muda Kreatif.
"Batik adalah warisan budaya kita," ujar Khaleili Nungki Hashifah, pemilik Creative Batik di Yogyakarta dan salah satu seniman yang karyanya dipamerkan, "sudah menjadi tanggung jawab kita semua untuk mencintai dan melestarikannya."
Saksikan rekaman acara "Batik: Karsa Adhikari" di bawah ini.