“Dalam dua tahun terakhir, realitas saya, realitas Anda, dan banyak realitas lainnya, telah berubah secara dramatis.” Demikianlah dimulainya surat yang ditulis oleh mahasiswa Indonesia berusia 20 tahun, Nadya Zafira, kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menjelang COP26, konferensi penting yang dipuji sebagai pertemuan global paling penting mengenai perubahan iklim selama bertahun-tahun.
Dalam suratnya yang luas, Zafira, seorang mahasiswa hubungan internasional di Universitas Gadjah Mada, membahas kesenjangan yang mencolok akibat pandemi COVID-19 dan dampaknya terhadap keadaan darurat iklim yang akan datang. Ia juga mempertimbangkan suara siapa yang menonjol dan suara siapa yang terpinggirkan dalam perbincangan global mengenai perubahan iklim.
“Pemuda bukanlah kelompok yang monolitik,” kata Zafira, seraya mencatat perbedaan pengalaman antara pemuda Indonesia yang tinggal di pusat perkotaan seperti Jakarta dan pemuda adat yang tinggal di komunitas pedesaan. Keberagaman ini, katanya, “tidak boleh menjadi penghalang, melainkan menjadi peluang untuk memiliki pengalaman yang lebih kaya dalam aktivisme pemuda.”
Surat Zafira termasuk di antara 43 surat yang diserahkan ke Persatuan PBB di Indonesia (UNAI) sebagai bagian dari kompetisi yang diselenggarakan oleh asosiasi yang dipimpin pemuda tersebut menjelang Hari PBB pada tanggal 24 Oktober.
Panel juri UNAI berharap entri Zafira akan “menginspirasi semua aktor, termasuk generasi muda dan PBB, untuk lebih peduli terhadap dunia kita bersama dan bertindak demi masa depan yang lebih baik.”
Koordinator Residen PBB Valerie Julliand adalah pejabat tertinggi PBB di Indonesia dan perwakilan Sekretaris Jenderal di negara tersebut. Baca surat pemenang hadiah Zafira serta jawaban Koordinator Residen PBB di bawah ini.
Surat Nadya Zafira kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
https://www.instagram.com/p/CVuyvH_POWZ/
Balasan Kepala Perwakilan PBB Valerie Julliand kepada Nadya Zafira.
https://www.instagram.com/p/CWKtMZ9pacf/