Secercah Asa untuk Anak-anak di Pulau Madura
Berkat keterlibatan “emak-emak”, program imunisasi di Madura toreh sejarah baru
Menjelang bulan September di pulau Madura, Jawa Timur, daun-daun mulai berubah warna menjadi coklat, rumput mengering dan debu-debu beterbangan tertiup angin. Tanah yang gersang dan curah hujan yang sedikit membuat panasnya musim kemarau terasa semakin menyengat.
Di tengah cuaca yang tidak bersahabat itu, Alfiatun, seorang tokoh masyarakat paruh baya, muncul di sebuah masjid kecil di Kalianget, Sumenep - salah satu dari empat kabupaten di pulau ini - untuk menyampaikan khotbah tentang pengasuhan anak dalam Islam dan pentingnya imunisasi bagi anak-anak. Mengenakan kerudung hijau cerah dan baju batik, ia berbicara dengan suara lembut namun tegas sehingga menarik perhatian para jamaah. "Imunisasi itu baik, menyehatkan dan menyelamatkan anak-anak kita," kata ibu tunggal dari empat anak ini kepada puluhan keluarga yang hadir.
UNICEF/2022/Fauzan Ijazah
Alfiatun tengah memberikan pidato tentang pentingnya imunisasi untuk anak kepada anggota muslimat Nariah.
Sejak Agustus, Alfiatun rutin mengalokasikan waktu 20 hingga 30 menit di akhir kajian mingguannya untuk memberikan informasi tentang imunisasi. UNICEF dan pemerintah kabupaten menghubunginya untuk meminta dukungan sebelum peluncuran kampanye mengejar ketertinggalan imunisasi nasional untuk mengatasi kemunduran besar selama pandemi COVID-19.
Sebagai anggota kader kesehatan dan pemimpin Muslimat NU - cabang perempuan dari organisasi Islam terbesar di dunia, Nahdlatul Ulama - di Kalianget, ia sangat menyadari rendahnya cakupan imunisasi di pulau ini dan memutuskan untuk berkhotbah tentang topik ini dan membantu gerakan imunisasi.
Madura telah mencatat tingkat cakupan vaksinasi anak terendah di Indonesia selama beberapa dekade. Hal ini membuat anak-anak setempat rentan terhadap penyakit menular. Ketika Jawa Timur mengalami wabah polio pada bulan Maret 2005 hingga April 2006, misalnya, 45 dari 46 kasus polio yang dilaporkan terjadi di Madura.
Sumenep, satu-satunya kabupaten kepulauan di Madura, terdiri dari 125 pulau, dengan beberapa di antaranya dapat ditempuh dalam waktu 20 jam perjalanan dengan perahu dari pulau utama. Tantangan geografis yang dihadapi kabupaten ini dalam upaya vaksinasi, diperparah dengan adanya informasi yang salah dan teori konspirasi yang tersebar di media sosial yang membuat banyak orang enggan untuk mengimunisasi anak-anak mereka, seperti adanya hubungan yang tidak benar antara vaksinasi dengan kelumpuhan dan kematian pada anak.
Seorang bayi menerima imunisasi di posyandu di Manding Sumenep, Pulau Madura selama BIAN
Untuk mengatasi situasi ini, pemerintah kabupaten mulai menjangkau "emak-emak" di berbagai acara masyarakat, termasuk pertemuan sosial dan kajian keagamaan. Istilah ini mencakup beragam perempuan dengan dan tanpa anak yang peduli dengan masa depan masyarakat-termasuk pemimpin perempuan yang berpengaruh seperti Alfiatun, serta perempuan yang terpapar informasi yang salah secara daring dan luring mengenai vaksinasi, jelas Hendrix Prasetyo, Administrator Kesehatan Seksi Surveilans dan Imunisasi.
"Kami menyasar emak-emak karena merekalah yang dekat dengan anak-anak mereka," ujar Prasetyo. "Kami menggandeng mereka untuk melawan [hoaks]."
Dampak pemecah rekor
Alfiatun tidaklah sendiri – ada sedikitnya lima ribu emak-emak sepertinya di Sumenep yang terlibat mengadvokasi imunisasi anak sebagai bagian dari inisiatif imunisasi terpadu, Grebek Imunisasi Terpadu, yang dikenal dengan singkatan GRIDU.
"GRIDU ini diambil dari bahasa Madura yang berarti gaduh dan riuh, merepresentasikan gerakan kami yang sistematis, sinergis dan terpadu,” ujar Nia. “himbauan tidak hanya kami adakan di puskesmas dan posyandu, tapi juga di kumpulan dan pengajian masyarakat dan meminta tokoh masyarakat agar mendorong imunisasi.”
Kerjasama ini melibatkan seluruh lapisan masyarakat - mulai dari organisasi pemerintah seperti PKK yang berperan sebagai penggerak kaum ibu-ibu, camat, dan kepala desa - hingga polisi dan TNI yang berperan sebagai penjaga keamanan yang dapat menindak tegas para penyebar hoaks demi suksesnya program ini.
Selain itu, organisasi keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Aisyiyah Muhammadiyah, Fatayat dan Muslimat NU juga terlibat dalam mempromosikan imunisasi, mencegah informasi yang salah, dan mendorong keluarga untuk mengimunisasikan anak-anak mereka.
Hasilnya, Sumenep kini menjadi salah satu kabupaten dengan capaian imunisasi tertinggi di Jawa Timur. Pada Desember 2022, cakupan imunisasi anak di Sumenep mencapai 98,88 persen, yang setara dengan 55.337 anak yang divaksinasi campak dan rubella, dibandingkan dengan hanya 31,8 persen pada tahun sebelumnya.
UNICEF/2022/Fauzan Ijazah
Berdiri di depan Masjid Jamik Sumenepm, Dewi Khalifah menyampaikan kesuksesan Sumenep dan harapan BIAN kedepannya.
"Tonggak pencapaian ini terwujud berkat kerja sama lintas sektoral yang kuat," jelas Dewi Khalifah, Wakil Bupati Sumenep, di depan masjid agung kota. "Kami berharap para kader, tokoh masyarakat dan emak-emak yang memiliki anak bukan saja tergerak untuk mengimunisasi anaknya, tetapi juga menjadi penggerak imunisasi di lingkungannya di masa mendatang."