Yang terhormat
Pak Tri Tharyat, Direktur Jenderal Kerjasama Multilateral, Kemlu
Bapak Jie Zhao, Kepala Biro Regional untuk Asia dan Pasifik, UNIDO
Bapak Marco Kamiya, Perwakilan UNIDO untuk Indonesia dan Timor Leste
Bapak Alfonso Vegara, Pendiri dan Presiden Kehormatan Fundacion Metropoli, Presiden Fundación Metrópoli, Spanyol, mantan presiden ISOCARP
Pak Troy, OIKN
Moderator, panelis, dan pembicara yang terhormat,
Saya senang dapat bergabung dengan Anda hari ini untuk memajukan agenda kota yang bersih, hijau, dan rendah karbon di Indonesia, di ASEAN dan di seluruh dunia.
Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Indonesia yang telah menjadi tuan rumah bagi inisiatif Bridge for Cities melalui kemitraan dengan UNIDO, yang telah menjadi pemimpin dalam mempromosikan pembangunan industri perkotaan yang berkelanjutan.
Terima kasih juga kepada UN-Habitat, C40, dan UNOPS atas koordinasi dan kemitraannya.
Jakarta menjadi contoh dari dinamisme dan potensi pembangunan perkotaan dan platform hari ini memungkinkan kita untuk memperkuat kemitraan dan bertukar ide untuk mendorong inovasi bagi masa depan perkotaan kita.
Indonesia semakin mengalami urbanisasi dengan 58% penduduknya sudah tinggal di kota-kota besar.
Angka ini diproyeksikan akan meningkat menjadi 64% pada tahun 2030 dengan tiga perempat penduduk Indonesia kemungkinan besar akan tinggal di perkotaan pada pertengahan abad ini.
Komitmen Pemerintah, melalui kemitraan dengan sektor swasta, masyarakat sipil dan PBB, akan menjadi sangat penting untuk menciptakan wilayah perkotaan yang berkelanjutan, tangguh, dan inklusif yang dapat menjadi contoh bagi negara lain.
Komitmen ini disoroti oleh Nusantara, sebuah pendekatan visioner untuk menyelaraskan urbanisasi dengan SDGs karena ibu kota baru ini akan menjadi kota hijau.
Sebagai bagiannya, Nusantara bertujuan untuk menjadi "kota hutan lestari" dengan 65% hutan tropis yang dipulihkan di Wilayah Ibu Kota. Nusantara juga akan memposisikan diri sebagai model penyerapan karbon bersih yang bertujuan untuk mencapai 20% energi yang dihasilkan dari energi terbarukan pada tahun 2030, untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan energi kota.
Karena industrialisasi di Indonesia juga berjalan dengan cepat, penghijauan kota harus berjalan seiring dengan penghijauan kawasan industri dan kawasan ekonomi.
Hal yang menggembirakan, kami melihat adanya peningkatan permintaan dari kawasan industri di seluruh Indonesia untuk menyelaraskan diri dengan standar internasional dengan memperkenalkan teknologi ramah lingkungan terbaru yang tersedia.
PBB, yang dipimpin oleh UNIDO, bekerja sama dengan lima kawasan industri dengan lebih dari 700 perusahaan untuk mengurangi gas rumah kaca, menghemat energi, mengurangi penggunaan air, dan meningkatkan energi terbarukan.
Di Aceh, Sumatera Selatan, Jawa Timur dan Jawa Barat, UNIDO bermitra dengan sektor swasta, memperkenalkan teknologi pemulihan minyak yang disempurnakan, di pabrik-pabrik pupuk. Teknologi ini mengurangi emisi sebesar 15% dan memangkas biaya produksi sebesar $47 juta.
Ambisi serupa sedang diperluas ke sektor besi dan baja dengan memperkenalkan tungku busur listrik, yang mengurangi konsumsi energi.
Yang penting, sektor swasta telah dengan cepat meningkatkan teknologi ini dengan biaya mereka sendiri karena teknologi ini berdampak positif pada keuntungan sekaligus mengurangi jejak karbon.
Transformasi ini perlu diperluas ke semua sektor ekonomi.
Selain manfaat lingkungan, industri penghijauan juga akan menciptakan lapangan kerja hijau bagi masyarakat di daerah perkotaan dan pedesaan.
Untuk itu, PBB, yang dipimpin oleh ILO, berfokus pada peningkatan pelatihan dan pendidikan kejuruan untuk mendukung keterampilan, peningkatan keterampilan, dan pelatihan ulang dalam kemitraan dengan kawasan industri.
Semua upaya ini tidak hanya membutuhkan komitmen jangka panjang, tetapi juga model pembiayaan campuran.
Indonesia telah memimpin dalam hal ini karena negara ini memanfaatkan mekanisme pembiayaan yang inovatif.
PBB bekerja sama dengan Kementerian Keuangan telah mendukung mobilisasi dana sebesar $10 miliar melalui obligasi pemerintah dan korporasi yang bermanfaat bagi 48 juta orang, dengan dua dari tiga di antaranya adalah perempuan, anak-anak, dan remaja.
Mengambil pendekatan pembiayaan campuran yang serupa untuk kota-kota akan memberikan hasil yang transformatif dalam memobilisasi pembiayaan untuk infrastruktur lokal, layanan publik, dan pembangunan berkelanjutan yang sejalan dengan SDGs.
Saya gembira karena Pemerintah sedang menilai kelayakan finansial obligasi daerah untuk delapan provinsi yang dapat menghasilkan 2 miliar dolar AS untuk mempercepat kemajuan dalam pelokalan SDG.
Sebagai penutup, izinkan saya untuk menekankan pentingnya membangun jembatan bagi kota-kota yang berkelanjutan, inklusif, dan berketahanan iklim yang bertumpu pada pilar-pilar dekarbonisasi, industri hijau, dan pembiayaan inovatif.
Melalui pilar-pilar tersebut, kota-kota di Indonesia akan menjadi sebuah cahaya dalam pembangunan perkotaan.
Saya sangat menantikan masukan dari para peserta dalam diskusi hari ini.
Terima kasih.