Memangkas Karbon, Meningkatkan Penghematan: Bagaimana UNIDO Membantu Industri Pupuk Indonesia Mengurangi Emisi
-----
United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia dan industri pupuk untuk menurunkan emisi gas rumah kaca di sektor ini dan membantu Indonesia memenuhi komitmen iklimnya.
Kerja sama yang merupakan bagian dari program bersama Perserikatan Bangsa-Bangsa ini masih dalam tahap uji coba, tetapi bantuan teknis UNIDO untuk industri pupuk telah menghasilkan pengurangan gas rumah kaca. Empat perusahaan yang terlibat dalam fase percontohan proyek ini telah menghindari total emisi sebesar 328.000 ton setara CO2 per tahun dibandingkan dengan data awal tahun 2018. Seiring dengan semakin luasnya adopsi teknologi ini, dampaknya akan semakin besar, berpotensi menghemat sekitar US$ 47 juta bagi industri melalui produksi yang lebih hemat sumber daya.
PT Pupuk Sriwijaya (PUSRI) di Palembang, Sumatera Selatan, merupakan salah satu pelopor dalam implementasi program ini. Berikut ini adalah cara mereka menurunkan emisi sekaligus menurunkan biaya produksi.
Di tengah-tengah kompleks industri yang luas dan bermandikan sinar matahari, sebuah pemandangan megah terbentang - sebuah bangunan menjulang tinggi yang dihiasi dengan mesin-mesin yang mengepul dan rumit. Inilah pabrik urea 2B milik PUSRI yang telah dipatenkan, yang dirancang untuk memerangi perubahan iklim dengan mengurangi emisi gas rumah kaca.
“PUSRI berkomitmen penuh terhadap energi bersih dan inovasi, namun kemajuan kami sebelumnya terhambat oleh kurangnya panduan yang jelas,” ujar Alfa Widyawan, Senior Vice President Teknologi. “Berkat studi dari PBB, kami sekarang dapat melihat sejauh mana kemajuan yang telah dicapai PUSRI dan langkah apa saja yang bisa dilakukan untuk meningkatkannya lebih lanjut.”
Menuju efisiensi sumber daya
Penelitian tersebut, yang dikembangkan oleh Kemitraan PBB untuk Aksi Ekonomi Hijau (UN-PAGE) melalui UNIDO bekerja sama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Pusat Produksi Bersih Indonesia (ICPC), adalah studi Produksi yang Hemat Sumber Daya dan Produksi yang Lebih Bersih (RECP). RECP merupakan pendekatan terpadu untuk meningkatkan transparansi aliran material dan energi, yang mengarah pada peningkatan produktivitas sumber daya, minimalisasi limbah, perbaikan manajemen bahan kimia, optimalisasi penggunaan air, dan peningkatan efisiensi energi.
Dengan menerapkan praktik RECP di pabrik urea, PUSRI telah menghemat rata-rata 4.181 ton CO2 ekuivalen per tahun dibandingkan dengan baseline tahun 2018. Jumlah ini setara dengan emisi tahunan dari 844 kendaraan. Perusahaan juga telah mengurangi konsumsi air dari 13,5 m3/ton urea yang diproduksi menjadi hanya 3,6 m3/ton, jauh di bawah ambang batas standar industri hijau yaitu 5,5 m3/ton urea - yang mengarah pada biaya input yang lebih rendah.
Studi tolok ukur yang digunakan oleh PUSRI untuk meluncurkan peningkatan ini didasarkan pada laporan Green Industry and Trade Assessment (GITA) 2019 dari UNIDO untuk memperkuat implementasi inisiatif pembangunan rendah karbon di Indonesia. Studi ini mengukur kinerja lingkungan industri di Indonesia dalam hal polusi udara dan air, limbah industri, efisiensi sumber daya dalam bentuk efisiensi energi, air, dan material, serta penerapan teknologi bersih dalam produksi industri. PUSRI secara aktif mengupayakan pembangunan rendah karbon dengan mengikuti Standar Industri Hijau dari Kementerian Perindustrian, dan melalui penerapan praktik RECP.
Industri menyumbang sekitar 14% dari emisi gas rumah kaca di Indonesia, dan pemerintah menetapkan target ambisius bagi sektor industri untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050.
Secara global, pupuk merupakan sumber utama emisi gas rumah kaca: pupuk kandang dan pupuk sintetis mengeluarkan setara dengan 2,6 gigaton karbon per tahun - lebih banyak dari gabungan penerbangan dan pengiriman kapal global.
Menuju Amonia Biru dan Hijau
PT Pupuk Indonesia, perusahaan induk dari PT Pupuk Sriwidjaja, sedang mempersiapkan diri untuk beralih ke produksi amonia biru dan amonia hijau untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang tertuang dalam Peta Jalan Amonia Biru dan Amonia Hijau 2030.
Apakah hal ini dapat dicapai akan tergantung pada apakah perusahaan dapat mengakses ratusan megawatt energi terbarukan untuk menyalakan pembangkit listriknya. Sumber dan pasokan energi terbarukan masih menjadi tantangan, kata Widyawan.
UNIDO telah menilai kinerja lingkungan industri pupuk di Indonesia, mengidentifikasi peluang efisiensi sumber daya, termasuk melalui peningkatan efisiensi energi. “Menindaklanjuti rekomendasi ini di seluruh industri akan membantu Indonesia mencapai Kontribusi yang Ditetaplan Secara Nasional (NDC) yang telah diperbarui untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari industri pupuk sebesar 3,95 juta ton setara CO2 pada tahun 2030,” ujar Marco Kamiya, Kepala Perwakilan UNIDO untuk Indonesia dan Timor Leste.
Untuk mencapai hal ini diperlukan kerja sama yang luas di antara para pemangku kepentingan, ia menambahkan: “Kolaborasi yang efektif di antara perusahaan, entitas pemerintah, dan lembaga keuangan sangat penting untuk membangun jalur pendanaan yang berkelanjutan, yang pada akhirnya akan mempercepat adopsi teknik-teknik produksi yang hemat sumber daya dan lebih bersih.”
PAGE menyatukan keahlian dan pengalaman lima badan PBB untuk mendukung Indonesia dalam pembangunan hijau. Kemitraan ini merupakan hasil kerja sama antara Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), Program Pembangunan PBB (UNDP), Badan PBB untuk Lingkungan Hidup (UNEP), UNIDO, dan Institut Pelatihan dan Penelitian Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNITAR).
Artikel ini pertama kali dipublikasikan di situs web UNIDO di Memangkas karbon, meningkatkan penghematan: Bagaimana UNIDO membantu industri pupuk di Indonesia -- https://www.unido.org/news/cutting-carbon-growing-savings-how-unido-hel…