Protes global tahun ini terhadap rasisme sistemik telah membawa perhatian baru pada warisan ketidakadilan di seluruh dunia yang berakar pada sejarah kelam kolonialisme dan perbudakan.
Namun, perbudakan bukan hanya masalah sejarah.
Saat ini, lebih dari 40 juta orang masih menjadi korban perbudakan kontemporer.
Perempuan dan anak perempuan mencapai lebih dari 71 persen.
Perbudakan saat ini termanifestasi dalam bentuk perbudakan berdasarkan keturunan, kerja paksa, pekerja anak, perbudakan rumah tangga, pernikahan paksa, jeratan utang, perdagangan orang untuk tujuan eksploitasi, termasuk eksploitasi seksual, dan rekrutmen paksa anak-anak dalam konflik bersenjata.
Kelompok miskin dan terpinggirkan, khususnya ras dan etnis minoritas, masyarakat adat dan migran, secara tidak proporsional terkena dampak dari bentuk-bentuk perbudakan kontemporer.
Ketidaksetaraan gender semakin memperkuat pola diskriminasi
Hari ini, saya menyerukan kepada Negara-negara Anggota, masyarakat sipil dan sektor swasta untuk memperkuat upaya kolektif mereka untuk mengakhiri praktik-praktik yang menjijikkan ini.
Saya juga menyerukan dukungan untuk mengidentifikasi, melindungi dan memberdayakan para korban dan penyintas, termasuk dengan berkontribusi pada Dana Perwalian Sukarela PBB untuk Bentuk-Bentuk Perbudakan Kontemporer.
Tahun depan adalah peringatan 20 tahun Deklarasi Durban dan Program Aksi yang diadopsi oleh Konferensi Dunia Menentang Rasisme dan Diskriminasi Rasial.
Dokumen penting ini mendefinisikan perbudakan dan praktik-praktik yang mirip perbudakan sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang mencolok.
Kita tidak dapat menerima pelanggaran ini di abad ke-21.