Bagaimana Pertanian Organik Menopang Satu Komunitas Sekaligus Meningkatkan Kepemimpinan Perempuan
"Jauh di utara Indonesia, sebuah mimpi untuk "Seribu desa organik" telah mulai terwujud."
"Jauh di utara Indonesia, sebuah mimpi untuk "Seribu desa organik" telah mulai terwujud." Dimulai dengan hanya 184 petani kecil di daerah perbatasan, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Dengan kerja keras, para petani tersebut kini sudah bisa mendapatkan sertifikat organik untuk sekitar 70 ribu hektar sawah yang mereka kelola.
Iskandar (53), salah satu petani yang menerapkan teknik organik di Kembayan, mengatakan bahwa awalnya ia tidak pernah menyangka bisa mengelola sawah organik. "Awalnya saya pikir tekniknya sangat sulit, walaupun saya dengar harganya bagus untuk beras organik" kata Iskandar.
Kemudian dengan tekad yang kuat bersama teman-temannya di kelompok tani, Iskandar mulai mempraktekkan teknik-teknik organik seperti penggunaan benih non hibrida, sistem pengairan yang dimodifikasi dan alami, serta pupuk dan pestisida yang lebih aman. Pada panen terakhir, ia berhasil mendapatkan 1,8 ton beras organik yang dijual dengan harga tiga puluh lima persen lebih tinggi dari harga beras biasa. Sebagian besar beras yang ia jual dikirim ke negara tetangga, Malaysia.
Kabupaten Sanggau berbatasan langsung dengan negara bagian Sarawak, Malaysia, dengan Entikong sebagai pintu gerbang barang dan orang antara Indonesia dan Malaysia melalui jalur darat. Sarawak merupakan salah satu tempat yang paling potensial sebagai tujuan ekspor produk pertanian dari Sanggau karena posisi geografisnya.
Kisah Iskandars adalah satu dari ratusan kisah petani yang merasakan perubahan hidup mereka karena sistem pertanian organik. Kisah-kisah tentang tekad dan keberanian mereka terungkap dalam lokakarya penutupan program "Dukungan Pengembangan Sistem Pertanian Padi Organik di Kalimantan Barat" hari ini. Proyek ini merupakan kolaborasi antara Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) dan Kementerian Pertanian yang didukung oleh Pemerintah Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Program ini diujicobakan di tiga kecamatan yaitu Entikong, Sekayam dan Kembayan.
Paolus Hadi, Bupati Sanggau mengatakan dalam sambutannya pada acara panen raya padi bahwa ia sangat terkesan dengan hasil dari proyek ini. "Proyek ini tidak akan berhenti sampai di sini. Kami akan melanjutkan pekerjaan ini untuk memperluas penerapan teknik organik ke seluruh desa di Sanggau," ujarnya dengan komitmen yang kuat.
Pernyataannya tersebut merupakan penegasan atas kepemilikan pemerintah kabupaten Sanggau terhadap proyek ini. Demikian juga, asisten program FAOR Ageng Herianto mengatakan, "Proyek ini adalah milik masyarakat Sanggau. Bukan milik kami. Kami berharap masyarakat Sanggau akan terus menerapkan sistem organik di lahan mereka dan menjadi pelopor seribu desa organik yang dicita-citakan oleh Kementerian Pertanian," katanya.
Pemimpin Perempuan
Sistem organik tidak hanya mengubah mata pencaharian petani laki-laki, tetapi juga menghidupkan kembali kepemimpinan perempuan di masyarakat. Di akhir proyek, Yosefa Defi terpilih sebagai ketua kelompok Tani Subur Jaya karena keterlibatannya yang kuat dalam mempromosikan pertanian organik di kalangan petani perempuan. Ini adalah peristiwa pertama kalinya pemilihannya bertentangan dengan aturan masyarakat setempat bahwa hanya laki-laki yang boleh memimpin organisasi. Namun, tahun 2021 merupakan era baru di mana petani perempuan dapat, dengan musyawarah dan kesepakatan dari semua anggota, menjadi ketua kelompok tani.
Peran kelompok tani Subur Jaya sebagian besar diisi oleh laki-laki dan peraturan-peraturan yang dibuat juga sebagian besar dibuat oleh petani laki-laki. Namun, sejak tahun 2020, ketika Yosefa Defi ditunjuk sebagai bendahara kelompok, suara perempuan mulai diposisikan lebih baik di dalam kelompok.
Pada musim tanam kedua, wilayah perbatasan mengalami beberapa bencana seperti banjir, kebakaran hutan, COVID 19. Desa Kenaman merupakan daerah yang sering diserang hama tikus pada musim tanam. Biasanya petani melakukan perburuan secara komunal yang disebut "geropyokan", yang melibatkan banyak orang untuk berkumpul di satu tempat untuk mengurangi populasi tikus. Namun, dalam menanggapi pandemi, FAO memperkenalkan inovasi pengendalian tikus yang disebut "Trap Barrier System" yang hanya membutuhkan beberapa orang untuk menyiapkan perangkap yang kemudian juga dipromosikan oleh Ibu Yosefa Defi dan kelompoknya.
Selain itu, di bawah bimbingan Yosefa, kelompok ini sangat aktif dalam produksi pupuk organik cair secara mandiri yang terdiri dari bahan-bahan lokal seperti; Buah Mengkudu, Buah Maja, Daun Pepaya, lada dan Lidah Buaya. "Saya ingin fokus menerapkan pertanian organik agar kami bisa sejahtera. Saya ingin menunjukkan bahwa kelompok tani ini bisa menjadi contoh yang baik bagi kelompok tani lainnya, sehingga mereka tertarik untuk menerapkan pertanian organik dengan produk yang ramah lingkungan," ujarnya.
FAO mendukung pergeseran ke pertanian organik karena menekankan pendekatan ekosistem yang sehat daripada mengandalkan input pertanian kimia. Sistem organik tidak hanya mengurangi potensi dampak lingkungan yang berbahaya dengan menghilangkan penggunaan unsur-unsur yang kurang berkelanjutan seperti pupuk sintetis dan pestisida, tetapi juga memberikan lebih banyak manfaat bagi para petani dan masyarakat pedesaan. Pendekatan ekosistem juga memiliki keuntungan dalam menghasilkan makanan yang aman dan sehat.
Dengan program ini, Kementerian Pertanian berhasil memprioritaskan pertanian organik di wilayah perbatasan, berkaitan dengan akses pasar ke Malaysia dan upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat petani di wilayah perbatasan.