Sebuah desa perkebunan kecil di jantung Pulau Kalimantan yang kaya akan hutan di Indonesia, menjadi contoh nasional bagi inisiatif masyarakat untuk melindungi hutan tropis di sekitarnya sambil meningkatkan mata pencaharian mereka di bidang pertanian.
Seperti halnya banyak daerah pedesaan di Indonesia, penduduk desa Bangun menganggap pertanian sebagai tulang punggung perekonomian mereka. Namun, alih-alih merambah hutan tropis yang dilindungi untuk membuka lahan pertanian baru, penduduk desa memutuskan untuk mendirikan koperasi desa (KUD) untuk memaksimalkan hasil panen dari lahan pertanian yang ada.
Terletak sekitar 300 km dari ibukota Kalimantan Barat, Pontianak, penduduk Desa Bangun sebagian besar bekerja di perkebunan karet atau di industri kelapa sawit. Daerah perkebunan seperti Desa Bangun biasanya menarik perhatian perusahaan-perusahaan besar yang ingin mengubah sumber daya alam di sekitarnya menjadi sumber mata pencaharian baru.
Terlepas dari 'keuntungan menggiurkan' yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan besar - sebagai imbalan atas lahan - desa yang terdiri dari 223 keluarga ini tetap teguh dengan komitmen mereka untuk melestarikan hutan tropis yang rimbun di sekitarnya.
Penduduk desa dan petani Darius Anu adalah salah satu pendiri koperasi bernama Rajaswa yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan pengetahuan para petani lokal dalam mengelola lahan pertanian mereka sendiri.
"Tujuan jangka panjang kami adalah agar para petani lokal dapat membangun kemandirian dalam mengelola lahan pertanian mereka sendiri. Melalui koperasi, petani lokal memiliki kekuatan ekonomi yang lebih besar untuk membuka lahan pertanian skala kecil dan menerapkan kearifan lokal dalam mengelola lahan," kata Darius,
Koperasi ini bekerja berdasarkan sistem konsensus dimana para anggota bekerja untuk mencapai tujuan bersama, yaitu menemukan keseimbangan antara pemenuhan hasil ekonomi dari pertanian, dengan tetap menjaga kelestarian hutan. Koperasi ini membantu para petani dengan lahan yang mereka miliki, tanpa mengubah sebagian hutan menjadi lahan pertanian.
"Koperasi ini memungkinkan petani untuk memiliki keputusan dan tidak menerapkan skema perusahaan besar yang mungkin tidak sesuai dengan kepentingan petani," kata Darius,
Koperasi ini saat ini memiliki 78 anggota, dengan kepemilikan lahan pertanian terkecil 10.000 meter persegi hingga 40 hektar, dengan total lahan kepemilikan anggota seluas 298,71 hektar.
"Kami berada di titik awal yang tepat dalam pemantauan hutan secara holistik yang berada di luar kawasan hutan negara. Inisiatif ini membutuhkan kerja sama berbagai pemangku kepentingan untuk menciptakan hasil yang lebih berkelanjutan di masa depan," ujar Belinda Arunawati Margono, Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Kehutanan.
Desa Bangun, dikelilingi oleh tiga hutan lindung: Bukit Tempurung, Pengawan, dan Bukit Nurin. Heronimus Imus, Ketua Koperasi Buih Nasi, membahas pekerjaan yang telah dilakukan sejauh ini. "Ketiga hutan tersebut saat ini berada di bawah hak penguasaan lahan untuk penggunaan komersial (HGU-Hak Guna Usaha) dan kawasan hutan non-negara (APL-Area Penggunaan Lain). Masyarakat setempat melalui kepala desa telah mengusulkan kepada perusahaan untuk mengeluarkan hutan-hutan tersebut dari izin HGU perusahaan," kata Heronimus.
Koperasi ini, dengan dukungan dari Proyek KalFor UNDP, juga memberikan pelatihan-pelatihan yang memberikan nilai tambah bagi para anggotanya dan anggota keluarganya, seperti pelatihan literasi keuangan. Hal ini merupakan bagian dari tujuannya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat.
Proyek Kalimantan Forest (KALFOR), yang didanai oleh Global Environment Facility (GEF), bermitra dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan telah bekerja untuk menerapkan praktik konservasi keanekaragaman hayati dan adaptasi perubahan iklim dengan tujuan melindungi hutan dalam jangka panjang. Proyek ini bekerja sama dengan LSM lokal bernama Solidaridad di desa Bangun untuk mempromosikan pengelolaan kawasan hutan non-negara yang dapat membantu mengurangi deforestasi dan fragmentasi hutan, sebagai akibat dari pengembangan tanaman perkebunan.
Bagi masyarakat petani di Desa Bangun, melestarikan hutan tempat tinggal mereka merupakan panggilan hati nurani mereka.
"Kami terus menyuarakan pentingnya menjaga hutan, karena hutan adalah sumber kehidupan kami, sumber air, dan ekosistem secara keseluruhan," kata Darius.