Lapar Akan Perubahan: Temui Pemuda Indonesia Yang Merubah Sistem Pangan Kita
19 Agustus 2021
Sistem pangan dunia kan menjadi rapuh. Bagaimana kaum muda dapat mengubah sistem pangan untuk menjamin pangan yang baik untuk semua?
Masa depan dunia bergantung pada makanan yang baik. Makanan yang baik membuat kita tetap sehat, melindungi planet kita, dan meningkatkan ekonomi kita. Maka dari itu, untuk memperingati Hari Remaja Sedunia pada 12 Agustus, sembilan badan PBB di Indonesia bergabung dalam serangkaian tiga acara untuk menyoroti peran kaum muda dalam memulihkan planet ini, melindungi kehidupan, dan mengubah sistem pangan kita.
Sejalan dengan tema Hari Remaja Sedunia tahun ini, “Transformasi Sistem Pangan: Inovasi Pemuda untuk Kesehatan Manusia dan Lingkungan”, para pemimpin kaum muda Indonesia, pakar keberlanjutan, dan aktivis memimpin diskusi tentang ketahanan pangan, keberlanjutan, dan mengapa kaum muda berada di jantung perbaikan sistem pangan: mulai dari produksi, pemrosesan, transportasi, hingga konsumsi makanan. Percakapan itu tidak bisa lebih mendesak lagi. Setelah beberapa dekade mengalami kemajuan dalam mengatasi kelaparan, dunia dalam beberapa tahun terakhir mengalami kemunduran dalam hal ketahanan pangan. Pandemi telah secara dramatis memperburuk tren itu, memperlihatkan kerapuhan sistem pangan kita dan mengancam nutrisi jutaan orang di seluruh dunia. Sebuah laporan multi-badan PBB memperkirakan bahwa sepersepuluh dari populasi global – hingga 811 juta orang – mengalami kelaparan pada tahun 2020. Jumlah itu dapat meningkat lebih jauh pada tahun 2021. Seperti halnya COVID-19, masyarakat yang paling rentan adalah yang paling mungkin untuk menanggung beban.
“Sistem pangan kita di Indonesia dan global sudah rusak. Ini yang harus kita perbaiki,” seperti yang dikatakan Valerie Julliand, Kepala Perwakilan PBB di Indonesia, dalam sambutan yang disampaikannya pada pembukaan talk show virtual PBB di Indonesia pada 14 Agustus lalu, “Anak muda harus terlibat dalam merubah sistem pangan, sebagaimana Anda adalah orang-orang yang akan hidup dengan konsekuensi dari tindakan yang kita ambil hari ini.” Betul, remaja Indonesia sudah menghadapi tiga beban gizi buruk. Menurut UNICEF, sekitar satu dari empat dari mereka mengalami stunting, 9 persen memiliki indeks massa tubuh rendah, dan 16 persen kelebihan berat badan atau obesitas. Selain itu, seperempat remaja putri menderita anemia. Apabila gizi anak muda tidak terpenuhi maka akan berdampak pada kesejahteraan generasi sekarang dan yang akan datang.
Pada saat yang sama, menurut Indeks Sampah Makanan UNEP 2021, rumah tangga Indonesia menghasilkan 77 kg sampah makanan per kapita per tahun. Limbah makanan berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca, membebani sistem pengelolaan limbah, dan memperburuk kerawanan pangan. Dengan populasi dunia yang diperkirakan mencapai 9 miliar orang dalam 30 tahun ke depan, sistem pangan membutuhkan perubahan darurat untuk melangsungkan kelanjutan, memelihara manusia dan planet ini. PBB dalam acara peringatan Hari Remaja Sedunia di Indonesia menunjukkan bagaimana kaum muda dapat memimpin reformasi tersebut.
Selama diskusi panel dalam talk show 14 Agustus, Dea Fairuz Puspa, anggota jaringan pemuda Mitra Muda UNICEF, mendorong kaum muda untuk mengeksplorasi makanan lokal dan memastikan bahwa piring mereka memiliki beragam bahan bergizi. Vinny Nurizky dari proyek Komoditas Kelautan Global UNDP, yang mengarusutamakan keberlanjutan ke dalam rantai pasokan makanan laut dan membangun kembali stok ikan dan mata pencaharian, berbicara tentang pentingnya melindungi keanekaragaman hayati laut dan makanan laut sebagai sumber protein yang kaya. Repa Kustipia dari Gastro Tourism Academy, sebuah kelompok yang menyediakan kursus ekowisata dan gastronomi, menyebutkan bahwa keanekaragaman hayati Indonesia adalah sumber daya yang kaya di mana inovasi anak muda dapat menentukan masa depan sistem pangan. Baik Dwi Arif Fiandita dari Garda Pangan dan Muhammad Agung Saputra dari Surplus.id, dua bank makanan terkemuka, menekankan bahwa anak muda dapat berkontribusi untuk mengurangi sampah makanan dengan menggunakan kembali apa yang tidak bisa kita selesaikan.
Panelis lain melihat makanan dari perspektif kemampuannya untuk membawa kenangan yang indah dan menyehatkan kesejahteraan kita. Bagi Rere Al Anshor di PETRASU (Persatuan Waria Sumut), pertanian masyarakat menjadi sumber penyembuhan di masa pandemi. “Bertani bukan hanya sarana bagi waria untuk bertahan hidup selama pandemi dan di masa depan, itu menjadi mekanisme koping untuk kesehatan mental kita,” kata Rere.