Sejak dimulainya pandemi, 25.430 anak di Indonesia telah kehilangan salah satu atau kedua pengasuhnya akibat COVID-19 menurut pemetaan nasional yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dan UNICEF.
Pemetaan tersebut menemukan bahwa mayoritas anak (57 persen) kehilangan pengasuh laki-laki, lebih dari sepertiga (37 persen) kehilangan pengasuh perempuan, dan sekitar lima persen kehilangan kedua pengasuh. Sebagian besar anak saat ini diasuh oleh pengasuh perempuan, beberapa oleh keluarga besar mereka, sementara 114 anak tidak ditemani dan tidak diasuh oleh orang dewasa mana pun.
Kehilangan salah satu atau kedua pengasuh dapat berdampak buruk pada gizi, pertumbuhan dan perkembangan anak-anak dan dapat menempatkan mereka pada risiko penelantaran, kekerasan, dan eksploitasi yang lebih besar - terutama bayi dan anak kecil dari keluarga berpenghasilan rendah. Anak-anak yatim piatu atau kehilangan pengasuh mereka sering kali menghadapi konsekuensi yang merugikan, termasuk kemiskinan dan pelembagaan.
Pengasuh yang masih hidup atau pengasuh alternatif juga menghadapi beban ekonomi dan kesehatan mental tambahan, yang sering kali menimpa perempuan dan remaja putri dan dapat membuat mereka lebih berisiko putus sekolah.
"Kami terus memantau respons yang diberikan kepada anak-anak yang orang tuanya meninggal karena COVID-19 dari semua pemangku kepentingan," kata I. Gusti Ayu Bintang Darmawati, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. "Kami akan memastikan bahwa anak-anak ini terlindungi dan hak-haknya dapat terpenuhi."
Kementerian PPPA, UNICEF, dan para mitra bekerja sama untuk terus mengidentifikasi anak-anak yang menjadi yatim piatu akibat COVID-19 di Indonesia, memfasilitasi akses terhadap dukungan kesehatan mental dan psikososial bagi anak-anak dan pengasuh, serta memperkuat upaya koordinasi untuk memastikan anak-anak tetap berada dalam pengasuhan keluarga.
Anak-anak yang kehilangan pengasuh akibat COVID-19 diidentifikasi menggunakan RapidPro, sebuah perangkat lunak untuk mengumpulkan data melalui SMS, WhatsApp, dan saluran komunikasi lainnya. UNICEF telah menyesuaikan RapidPro untuk tujuan ini sehingga layanan sosial di seluruh negeri dapat mengumpulkan informasi penting tentang anak-anak seperti usia, jenis kelamin, lokasi, dan dengan siapa mereka tinggal melalui WhatsApp.
Sebagai langkah awal, UNICEF hari ini menyerahkan 1.250 alat rekreasi dan 1.100 alat pelindung diri kepada Pemerintah untuk mendukung para pekerja sosial dalam melakukan kegiatan berbasis rumah dengan anak-anak yang rentan.
"Jumlah anak yatim piatu akibat COVID-19 telah meningkat tajam selama satu setengah tahun terakhir, tetapi ini bukan masalah jangka pendek," kata Perwakilan UNICEF Debora Comini. "Kita harus memastikan bahwa anak-anak yatim piatu terlindungi dengan baik, tidak hanya saat ini tetapi juga di tahun-tahun mendatang."
Upaya jangka panjang dan terkoordinasi untuk melindungi anak-anak yang menjadi yatim piatu karena COVID-19 serta anak-anak yang sudah berada di panti asuhan harus mencakup
- Melakukan identifikasi secara terus menerus terhadap anak-anak yang menjadi yatim piatu akibat COVID-19.
- Memperkuat peran keluarga untuk memastikan anak-anak tetap berada dalam pengasuhan keluarga dan memperluas cakupan perlindungan sosial dengan memasukkan anggota keluarga yang mengasuh anak-anak yang kehilangan pengasuh akibat COVID-19, terutama perempuan dan anak perempuan yang rentan agar mereka dapat tetap bersekolah.
- Melakukan pemantauan berkala terhadap kesejahteraan anak dan pengaturan pengasuhan untuk memastikan anak-anak tetap berada di lingkungan yang aman dan terlindungi serta memiliki akses terhadap layanan.