Di seluruh dunia, pandemi COVID-19 membawa dampak buruk terhadap kesehatan mental masyarakat.
Jutaan orang menghadapi kesedihan karena kehilangan anggota keluarga dan teman. Banyak lagi yang merasa cemas akan pengangguran dan takut akan masa depan. Orang lanjut usia mungkin mengalami isolasi dan kesepian, sedangkan anak-anak dan remaja mungkin merasa terasing dan tertekan.
Tanpa tindakan tegas, dampak kesehatan mental mungkin akan bertahan lebih lama dibandingkan pandemi itu sendiri.
Kita harus bertindak untuk memperbaiki kesenjangan yang mencolok akibat pandemi ini – termasuk kesenjangan dalam akses terhadap layanan kesehatan mental.
Di negara-negara berpendapatan tinggi, lebih dari 75 persen penderita depresi melaporkan bahwa mereka tidak menerima perawatan yang memadai.
Dan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, lebih dari 75 persen orang dengan kondisi kesehatan mental tidak menerima pengobatan sama sekali.
Hal ini merupakan konsekuensi langsung dari rendahnya investasi yang kronis, karena pemerintah menghabiskan rata-rata hanya 2 persen anggaran kesehatannya untuk kesehatan mental.
Ini tidak bisa diterima.
Pada akhirnya, kita mulai melihat pengakuan bahwa tidak akan ada kesehatan tanpa kesehatan mental.
Negara-negara Anggota telah mendukung Rencana Aksi Kesehatan Mental Komprehensif Organisasi Kesehatan Dunia yang diperbarui.
Keluarga besar Perserikatan Bangsa-Bangsa, bersama dengan mitra di komunitas kesehatan mental global, memperkenalkan pedoman baru dan mengembangkan alat baru untuk meningkatkan kesehatan mental.
Ini adalah langkah-langkah positif – namun perjalanan kita masih panjang.
Pada Hari Kesehatan Mental Sedunia dan setiap hari, marilah kita berkomitmen untuk bekerja sama dengan urgensi dan tujuan untuk memastikan layanan kesehatan mental yang berkualitas bagi semua orang, di mana pun.