Catatan Peringatan 40 Tahun Sejarah Epidemi AIDS
UNAIDS membuka pameran 40 Tahun AIDS, yang menampilkan sejarah AIDS di dunia dan di Indonesia, serta kisah-kisah komunitas orang yang hidup dengan HIV AIDS
"Jika kau sayang padaku, teruslah sayang padaku. Tapi aku tak bisa memaksamu, karena itu cintamu. Aku hanya bisa menerima dan hidup di dalamnya penuh bahagia. Jika kau benci padaku, bertanyalah pada dirimu. Apamu yang terganggu dengan adanya aku? Dari situ kita berdua belajar, siapa kau dan siapa aku"
Puisi sederhana karya Suzana Murni ini dibacakan oleh Meirinda Sebayang, Kepala Sekretariat Jaringan Indonesia Positif (JIP), di depan para hadirin yang hadir dalam peringatan Hari AIDS Sedunia 2021. Suzana meninggal dunia pada Juli 2002, tepat di usianya yang ke-30 tahun. Dalam hidupnya yang singkat, ia hidup sebagai orang yang hidup dengan HIV (ODHA). Sepanjang hidupnya, Suzana gigih memperjuangkan kesetaraan bagi ODHA dan melawan bentuk-bentuk diskriminasi lainnya.
Sosok aktivis kelahiran 23 Maret 1972 ini awalnya dikenal sebagai perancang busana sebelum ia dinyatakan positif mengidap HIV. Namun, ia dengan berani bersuara di forum-forum internasional mewakili komunitas ODHA. Puisi yang sempat dikumandangkan oleh Meirinda sebelumnya, membuat para hadirin terdiam ketika liriknya dibacakan. Suzana sekali lagi membagikan semangat dan harapannya kepada komunitas pada peringatan 40 tahun epidemi AIDS.
Sejumlah tamu undangan duduk di bangku melingkar di lantai dua kantor UNAIDS Indonesia di Jakarta Selatan, Rabu (1/12). Acara pembacaan puisi ini sekaligus membuka pameran sejarah 40 tahun AIDS dan pameran foto yang juga dihadiri oleh Valerie Julliand, Kepala Perwakilan PBB di Indonesia, dan perwakilan dari Kementerian Kesehatan RI, Kedutaan Besar Australia, USAID, Kedutaan Besar Belanda, serta perwakilan dari komunitas ODHA dan populasi kunci di Indonesia.
Country Director UNAIDS Indonesia, Krittayawan Boonto, mengatakan bahwa setiap tahun UNAIDS mengadakan acara peringatan Hari AIDS Sedunia. "Tahun ini kami kembali melakukan refleksi sekaligus merekam memori sejarah tentang AIDS. Mulai dari pertama kali HIV dikenal di dunia hingga peristiwa dan pengalaman saat ini. Baik momen baik maupun buruk dari waktu ke waktu," katanya.
Di ruang pameran, pameran dimulai dengan garis waktu pada tahun 1981, yang menceritakan tentang kasus Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang pertama kali dilaporkan. Beranjak ke tahun 1983, dr Zubairi Djoerban di Indonesia melakukan penelitian terhadap 30 waria, dan menemukan bahwa dua orang di antaranya terjangkit AIDS karena memiliki gejala klinis. Setiap tahunnya, hingga tahun 2021, menceritakan tentang perkembangan, isu, dan fenomena penting yang terjadi baik di Indonesia maupun dunia.
Selain kisah-kisah sejarah, acara 40 Tahun AIDS juga memamerkan karya-karya foto di bagian belakang ruang pameran. Karya dari masing-masing fotografer ini mewakili komunitasnya, yang menceritakan berbagai peristiwa yang dialami dan dirasakan oleh para ODHA untuk mendapatkan kesetaraan dan melawan diskriminasi.
Menurut Boonto, pengunjung dapat menanggapi kisah komunitas ini dengan melihat visualisasi ini. "Sejak awal epidemi AIDS, komunitas telah berada di garis depan dalam penanggulangan HIV. Kami membuat pameran ini sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan kepada komunitas serta perayaan atas kehidupan dan ketangguhan mereka," tambahnya.
Di ruang pameran foto, terdapat totem dengan slogan End AIDS 2030. Setiap pengunjung dapat menuliskan tanda tangan dan pesan penyemangat. Di depannya terdapat dinding foto bertuliskan Akhiri Ketimpangan, Akhiri AIDS, dan Akhiri Pandemi.
Sebanyak 30 karya fotografer dari komunitas HIV-positif dan populasi kunci yang rentan terhadap HIV dipamerkan dalam dua baris berturut-turut. Karya-karya tersebut terlihat menarik dan memukau. Gina Afriani Wulan Pratiwi, misalnya, menggambarkan simbol orang yang bergandengan tangan dengan cuplikan karyanya yang berjudul "Boxing HIV".
Karya fotografer Andri F dan Edi Saputra Lubis ini memvisualisasikan cangkir, sendok dan piring, disertai dengan keterangan, "Keluarga saya tidak mengizinkan saya untuk berbagi piring, sendok dan garpu dengan mereka. Saya harus menggunakan peralatan makan saya sendiri. Saya merasa sangat terisolasi. ..."
Foto lainnya menunjukkan beberapa peralatan medis yang sering kita lihat di rumah sakit. Foto tersebut disertai dengan pernyataan tertulis, "Meskipun jumlah kasus HIV di Indonesia tinggi, namun masih banyak orang yang enggan melakukan tes HIV karena stigma negatif di masyarakat".
Di depan pameran foto terdapat dinding yang didedikasikan untuk komunitas ODHA dan Populasi Kunci yang telah memberikan kontribusi penting dalam penanggulangan HIV. Sebuah kolase berbentuk hati memamerkan poster dan kampanye selama bertahun-tahun, sekaligus menjadi latar belakang foto yang menarik bagi para pengunjung.
Dalam sambutannya, Valerie Julliand, Kepala Perwakilan PBB di Indonesia mengatakan, "Pekerjaan kita, tugas kita bersama, adalah menghadapi ketidaksetaraan dan stigmatisasi yang memungkinkan epidemi AIDS terus berlanjut. Karena ketika kita mengatakan bahwa tidak seorang pun, hari ini, yang boleh meninggal karena penyakit terkait AIDS, kita harus sadar bahwa kita memikul tanggung jawab bersama bagi mereka yang telah pergi."
Masyarakat umum dapat berkunjung untuk melihat pameran ini yang akan dipamerkan secara permanen di Kantor UNAIDS Indonesia di Jakarta Selatan pada hari kerja dengan melakukan reservasi terlebih dahulu. Tim UNAIDS akan memfasilitasi kunjungan masyarakat serta memberikan edukasi yang komprehensif mengenai sejarah HIV dan AIDS, baik secara global maupun nasional. Tur Virtual pameran juga dapat diakses oleh masyarakat di luar Jakarta melalui kanal YouTube UNAIDS Indonesia:
Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi media sosial Instagram @unaids.id dan Twitter @unaids_id.