Wakil Sekjen PBB Puji Ketahanan Mahasiswa Bali Hadapi Ancaman Bencana
Lebih dari 200 siswa dan guru dari SD Tanjong Benoa Bali mengikuti latihan untuk mempersiapkan mereka merespons keadaan darurat apa pun.
Dengan seragam sekolah berwarna merah dan ransel di kepala untuk melindungi dari puing-puing yang berjatuhan, lebih dari 200 siswa dan guru dari SD Tanjong Benoa di pulau Bali, Indonesia, dengan tenang menaiki tiga anak tangga menuju atap sebuah hotel, dekat ke ruang kelas mereka.
Syukurlah, alarm yang mendorong mereka untuk mengungsi, hanyalah latihan, namun dengan mengikuti rute evakuasi yang direncanakan, para siswa merasa yakin bahwa mereka dapat merespons dengan cepat dan tenang dalam keadaan darurat apa pun.
“Saya akan memberi tahu orang tua dan keluarga saya, dan saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga keselamatan mereka,” siswa kelas empat, Ni Putu Anika Desintha Pradnyan Dewi, mengatakan kepada Wakil Sekretaris Jenderal PBB Amina Mohammed setelah latihan gempa dan tsunami, bagian dari rencana evakuasi tsunami yang didukung Program Pembangunan PBB atau United Nations Development Programmes (UNDP) di desa Tanjong Benoa.
Memberitahu Dunia
Wakil Sekretaris Jenderal PBB, yang berada di Bali menjelang Forum Pemangku Kepentingan Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) yang ke-tujuh pada hari Rabu, berjanji bahwa ketika dia kembali ke Markas Besar PBB, dia akan “memberi tahu siswa di New York City, tentang kepemimpinan yang ditunjukkan siswa Bali, selama latihan”, dan bagaimana ketahanan siswa secara keseluruhan di Bali.
Membangun ketahanan masyarakat dan negara merupakan fokus utama GPDRR, pertemuan terkemuka di dunia yang bertujuan untuk mengurangi risiko bencana.
Bagi negara tuan rumah, Indonesia, yang terletak di wilayah Sarang Api Pasifik yang rentan dengan pergeseran lempeng tektoniknya, ketahanan merupakan suatu keharusan nasional.
Indonesia mencatat lebih dari 3.000 bencana di 17.000 pulau pada tahun 2021, setara dengan delapan bencana per hari. Gempa bumi dan tsunami merupakan ancaman yang sangat serius bagi Indonesia.
Pada tahun 2004, tsunami di Samudera Hindia menewaskan sekitar 230.000 orang, sebagian besar dari mereka berada di provinsi Aceh bagian barat. Dan baru-baru ini pada tahun 2018, gempa bumi dan tsunami Palu menewaskan lebih dari 4.300 orang di Sulawesi.
Namun krisis COVID-19 telah membuat bencana-bencana tersebut terlihat lebih kecil. Dampak sosial-ekonomi yang ditimbulkannya sangat merugikan generasi muda, perempuan dan anak perempuan; serta masyarakat adat dan kelompok rentan lainnya yang paling berisiko tertinggal.
Bencana menyentuh ‘setiap aspek kehidupan’
Hal ini terutama terlihat di Bali, di mana penurunan pariwisata yang disebabkan oleh pandemi telah menyebabkan hilangnya banyak mata pencaharian dan kerawanan pangan.
"Dampak pandemi ini menjadi pengingat akan bagaimana bencana menyentuh setiap aspek kehidupan, mulai dari kesehatan hingga pendidikan, pekerjaan dan penghidupan, hingga kesetaraan gender, hingga nutrisi, hingga perdamaian dan keamanan,” kata Wakil Sekjen PBB tersebut kepada audiensi dengan pejabat setempat. dan tokoh masyarakat di Bali.
"Memang benar, bencana merupakan ancaman besar terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Mereka mempunyai potensi, dalam hitungan menit dan jam, untuk menghapus hasil kerja pembangunan selama bertahun-tahun dan berpuluh-puluh tahun.”
Meskipun tsunami dan gempa bumi dapat menimbulkan dampak dahsyat, sebagian besar bencana yang menyebabkan 665 korban jiwa di Indonesia pada tahun 2021 dan menyebabkan lebih dari delapan juta orang mengungsi, adalah banjir dan kejadian cuaca ekstrem lainnya, seperti tanah longsor, serta kebakaran hutan dan lahan.
Meningkatnya frekuensi dan tingkat keparahan kejadian tersebut hanyalah salah satu konsekuensi dari darurat iklim global.
Hilangnya hutan bakau
Menyusutnya hutan bakau merupakan salah satu penyebab – dan dampak – perubahan iklim yang jarang dilaporkan. Mangrove dapat menyerap karbon empat kali lebih banyak dibandingkan hutan hujan. Selain itu mereka juga berfungsi sebagai garis pertahanan terakhir terhadap tsunami.
Setelah tsunami Samudera Hindia tahun 2004, studi lapangan di beberapa negara yang terkena dampak menunjukkan bahwa hutan bakau telah memainkan peran penting dalam menyelamatkan nyawa manusia dan harta benda.
Namun di seluruh dunia, hutan bakau berada dalam ancaman. Luas tutupan mangrove berkurang lebih dari satu juta hektar, antara tahun 1990 dan 2020, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, FAO.
Pohon untuk masa depan
Di Bali, Wakil Sekretaris Jenderal PBB bergabung dengan sejumlah pelajar untuk menanam pohon bakau di dekat ibu kota provinsi, Denpasar, sebagai bagian dari inisiatif Pemerintah Indonesia yang didukung oleh UNDRR yang bertujuan untuk menanam 10 juta pohon bakau di 34 provinsi di Indonesia.
“"Kalian sudah menjadi pemimpin,” katanya kepada para pelajar Indonesia yang memimpin inisiatif penanaman pohon di dekat Denpasar, “jadi ajarilah mereka yang berada di belakangmu, ajarlah mereka yang berada di depanmu, terutama para pemimpin yang belum melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan terhadap lingkungan, sehingga mereka memenuhi Persetujuan Paris dan mencapat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.”
Artikel ini pertama kali dipublikasikan di UN News tanggal 24 May 2022