Laporan PBB menyoroti kesenjangan data disabilitas di Indonesia
02 Desember 2022
--
Penyandang disabilitas tertinggalkan di belakang. Partisipasi mereka yang penuh dan efektif dalam masyarakat, lalu akses setara mereka terhadap berbagai layanan dasar menjadi terhambat karena mereka tidak memiliki pekerjaan, kurang berpendidikan dan masih kurang terwakili dalam statistik nasional, menurut laporan baru tentang data disabilitas yang diluncurkan oleh PBB di Indonesia hari ini. Diterbitkan pada kesempatan Hari Disabilitas Internasional, 3 Desember, laporan ini adalah analisis komprehensif pertama tentang cara penyandang disabilitas terwakili dalam statistik pemerintah.
Data diperlukan tidak hanya untuk menyoroti kesenjangan, tetapi juga untuk mengembangkan kebijakan berbasis bukti untuk memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas dan ketidaksetaraan ekonomi dan sosial terkait.
“Untuk mendapatkan dukungan dari pemerintah, orang-orang perlu dibuat ‘terlihat’ – dan mereka yang hidup dengan disabilitas tidak ‘terlihat’,” kata Valerie Julliand, Kepala Perwakilan PBB di Indonesia. “Ini adalah masalah besar yang kami dukung melalui pemerintah untuk dapat ditangani.”.
Menurut laporan tersebut, statistik disabilitas di Indonesia tidaklah mencukupi karena data yang dikumpulkan tidak memberikan informasi yang cukup tentang penyandang disabilitas, kebutuhan-kebutuhan mereka, kapasitas dan kesejahteraan mereka. Tujuan statistik kependudukan tidak hanya untuk menghitung penyandang disabilitas, tetapi juga untuk mempertimbangkan apa yang diperlukan untuk memastikan bahwa mereka dapat mengakses pendidikan, bangunan, transportasi, pekerjaan, layanan kesehatan, layanan hukum, dan partisipasi politik. Pembangunan inklusif merupakan inti dari Agenda PBB 2030 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
PBB dan Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja sama dengan kelompok-kelompok yang mewakili penyandang disabilitas untuk mengisi kesenjangan dalam statistik resmi. “Dengan data yang benar, Pemerintah dan mitra pembangunan akan dapat memfokuskan sumber daya untuk mendukung mereka yang menghadapi tantangan disabilitas,” ucap Julliand.
Pelaporan yang kurang dimulai pada tingkat makro: rasio orang Indonesia yang hidup dengan disabilitas menurut angka resmi pemerintah bervariasi antara 4% dan 5% sangat kontras dengan rata-rata global sebesar 15%.
Ada beberapa alasan untuk pelaporan yang kurang, menurut analisis:
- Penyandang disabilitas, terutama mereka yang memiliki gangguan penglihatan atau pendengaran, seringkali dikucilkan, lebih enggan atau kurang mampu untuk berpartisipasi dalam survei dibandingkan penduduk lainnya.
- Stigma yang diasosiasikan dengan disabilitas di masyarakat pada umumnya menyebabkan banyak penyandang disabilitas tidak mau mengungkapkannya.
- Berbagai lembaga pemerintah memiliki cara yang berbeda dalam mendekati masalah disabilitas dan menggunakan definisi dan metodologi yang berbeda untuk disabilitas, sehingga sulit untuk merekonsiliasi dan mengumpulkan data.
Tema Hari Penyandang Disabilitas Internasional tahun ini adalah “Solusi transformatif untuk pembangunan inklusif: peran inovasi dalam mendorong dunia yang dapat diakses dan adil”. Ini adalah pengingat untuk memastikan penyandang disabilitas tidak tertinggal. Solusi dan inovasi data transformatif dapat membantu mengatasi masalah ini, tegas Julliand.
Laporan tersebut dikembangkan dan disiapkan bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan berdasarkan data tahun 2021; diharapkan dapat menjadi titik awal pendataan resmi disabilitas di Indonesia.
PBB di Indonesia juga meluncurkan repositori laporan tentang topik terkait disabilitas oleh semua Lembaga, tersedia di sini: https://disability.un.or.id/
***