Pembangunan Laut Berkelanjutan: PBB Mendukung Pembangunan Inklusif dalam Peta Jalan Ekonomi Biru Nasional Indonesia
Apa yang terlintas di benak Anda saat mendengar kata "HIU"? Megah? Menakutkan? Adegan dari film "Jaws"?
Meskipun benar bahwa hiu tikus itu agung, mereka tidak berbahaya. Faktanya, mereka terancam punah.
Hiu tikus banyak diburu oleh masyarakat Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur, sebagian besar untuk diambil dagingnya, siripnya, minyak hatinya, tulangnya, dan kulitnya, serta dianggap sebagai salah satu hasil tangkapan dengan harga tertinggi setelah tuna dan kakap merah.
Dan di situlah letak masalahnya: penurunan populasi sebesar 80% selama 10 tahun terakhir. Sebagai predator utama, hiu tikus membantu mengelola ekosistem laut yang sehat dengan mencegah spesies mangsa menjadi terlalu melimpah dan mengganggu ekologi yang rentan. Penurunan populasi hiu tikus yang mengkhawatirkan tidak hanya menimbulkan kekhawatiran mengenai masa depan makhluk luar biasa ini tetapi juga menimbulkan ancaman terhadap kesehatan dan stabilitas ekosistem laut secara keseluruhan.
Hal inilah yang dipelajari oleh tim Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dari kunjungannya baru-baru ini ke Nusa Tenggara Timur, sebagai bagian dari proses konsultasi perintis penyusunan Peta Jalan Ekonomi Biru Nasional 2045, yang diluncurkan hari ini, 3 Juli 2023. Peta Jalan tersebut akan memainkan peran penting dalam transformasi ekonomi Indonesia berdasarkan Visi 2045 pemerintah, yang menetapkan jalan menuju ekonomi maritim yang terdiversifikasi dan berkelanjutan.
“Mencapai Ekonomi Biru bukan sekadar mempercepat pertumbuhan ekonomi,” kata Amalia Adininggar Widyasanti, Deputi Bidang Perekonomian BAPPENAS. “Ini tentang menciptakan masa depan yang berkelanjutan, dimana kesehatan laut, penghidupan masyarakat pesisir, dan kesejahteraan bangsa saling terkait.”
Indonesia mengambil kepemimpinan regional dalam Ekonomi Biru, tambahnya. “Ini adalah negara pertama yang menyampaikan peta jalan nasional, sekaligus mempromosikan Kerangka Ekonomi Biru ASEAN di bawah kepemimpinan Bappenas.”
Perlindungan spesies yang terancam punah sekaligus mendukung mata pencaharian merupakan bagian penting dari rencana ini.
Perjalanan menuju Ekonomi Biru yang Berkembang
Atas permintaan pemerintah, Perserikatan Bangsa-Bangsa di Indonesia telah mendukung BAPPENAS dalam menyediakan keahlian dan metodologi untuk proses inklusif dalam mengembangkan peta jalan. Prosesnya melibatkan konsultasi dengan 17 kementerian, beberapa mitra pembangunan, organisasi pendukung masyarakat dan sektor swasta serta diskusi dengan masyarakat pesisir di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur.
Dukungan yang diberikan memanfaatkan Kemitraan Aksi Agenda Biru Nasional (NBAAP), yang diluncurkan tahun lalu – sebuah kerangka kerja dan mekanisme kerja sama di mana 8 badan PBB, 8 kementerian pemerintah dan 12 mitra pembangunan mengoordinasikan proyek mereka untuk memastikan saling melengkapi dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
“Berkolaborasi dan bekerja dengan banyak pemangku kepentingan adalah hal yang rumit – namun waktu dan upaya yang diinvestasikan akan membuahkan hasil bagi Indonesia,” kata Valerie Julliand, Koordinator Residen PBB di Indonesia. “Dengan mempertimbangkan pandangan dari beragam pemangku kepentingan dan pelaku akan menghasilkan hasil yang lebih kuat yang mencerminkan pengalaman bersama, dan juga dukungan nyata dari seluruh negeri.”
“Kami senang sekali lagi bisa berkolaborasi dengan pemerintah untuk mencapai visi bersama demi pembangunan biru yang berkembang dan planet yang lebih sehat,” tambah Julliand.
Rekomendasi yang diterima selama konsultasi telah dimasukkan dalam versi final peta jalan, yang diluncurkan pada Forum Ekonomi Biru ASEAN, yang memanfaatkan kepemimpinan Indonesia di ASEAN tahun ini.
Potensi Ekonomi Biru di Nusa Tenggara Timur
Saat ini, Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu provinsi termiskin di Indonesia. Pembangunan ekonomi biru yang berkelanjutan dapat mengubah hal tersebut. Dengan 596 pulau dan lebih dari 15 juta hektar perairan, provinsi ini menawarkan peluang bagi pembangunan infrastruktur perikanan berkelanjutan, konservasi laut, dan pengembangan industri berbasis kelautan seperti pariwisata, kerajinan tangan, dan pengembangan energi terbarukan.
“Menjaga kesehatan laut bukan berarti mematikan perekonomian. Sebaliknya, hal ini akan membuka potensi ekonomi biru yang lebih berkelanjutan dan inklusif,” kata Leonardo Adypurnama Alias Teguh Sambodo, Penasihat Senior Sektor Unggulan dan Pembangunan Infrastruktur BAPPENAS.
Mengambil langkah-langkah untuk melestarikan laut dan sumber dayanya akan menjadi “langkah terbaik” dalam memerangi krisis iklim dan mencapai pembangunan berkelanjutan, tambahnya.
Hal ini sudah terlihat di Pulau Alor, dimana – dengan dukungan LSM yang dipimpin oleh pemuda, Tresher Shark Indonesia (TSI) – nelayan telah diberikan mata pencaharian alternatif, termasuk beternak dan bertani, kata Yodhikson Bang, petugas proyek.
Dengan bantuan TSI, perempuan Alor telah memulai usaha mereka sendiri, termasuk menenun tekstil dengan pola tradisional hiu.
“Pengembangan usaha sampingan dan terbukanya peluang usaha lainnya dapat memberikan alternatif bagi nelayan dan memungkinkan regenerasi stok hiu,” kata Bang.