Dari ikan asin hingga minyak kelapa: penduduk pulau di Papua bersungguh-sungguh dalam berbisnis
-----
BIANCI dan SAUKABU, PAPUA BARAT DAYA – Di antara langit biru dan laut biru, pulau-pulau di Raja Ampat di Papua Barat Daya terkenal akan keindahannya dan sebagai salah satu daerah dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Berkat kolaborasi antara Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia, Badan Internasional untuk Pendanaan Pembangunan Pertanian (IFAD), dan pemerintah daerah, penduduk pulau-pulau terpencil ini telah merasakan peningkatan yang substansial dan terukur dalam standar hidup mereka.
Sebagian besar penduduk dewasa di Desa Bianci, yang berjarak empat jam perjalanan dengan perahu dari ibukota provinsi Sorong, berpartisipasi dalam produksi ikan asin dan abon ikan, produk yang menghasilkan pendapatan dua kali lipat lebih banyak daripada ketika mereka menjual ikan mentah. Bersertifikat halal, kualitasnya terkontrol dan disegel dengan vakum, produk ini dijual di resor-resor selam sekitar, di supermarket di seluruh provinsi dan juga di pasar induk Sorong.
"Pembangunan desa adalah tanggung jawab kami sendiri - dan proyek ini adalah pendorong yang memungkinkan kami untuk mengambil tindakan sendiri dan berkembang," kata Kepala Desa Sayuti Daad. "Sebelumnya, tidak ada kegiatan ekonomi yang signifikan di sini."
Bianci merupakan salah satu dari 1.110 desa di Indonesia yang didukung melalui Program Transformasi Ekonomi Desa Terpadu (TEKAD), di bawah kepemimpinan Kementerian Desa PDTT. Desa-desa yang menjadi wilayah kerja TEKAD memiliki jumlah penduduk lebih dari 1,6 juta jiwa.
Di Raja Ampat, 19 komunitas mendapatkan manfaat dari para ahli TEKAD, yang membantu masyarakat desa merancang rencana bisnis dengan strategi pembangunan jangka panjang, yang akan didukung oleh Dana Desa. Dana Desa yang dikelola oleh Kementerian Desa PDTT, mengalokasikan dana sebesar Rp 68 miliar secara nasional untuk pengembangan masyarakat desa.
Sementara para laki-laki di Bianci melanjutkan praktik tradisional mereka menangkap ikan di laut yang kaya di sekitarnya, para perempuan kini menggunakan peralatan dan perlengkapan yang disediakan oleh Dana Desa untuk mengolah ikan asin dan abon ikan pedas, yang keduanya merupakan makanan pokok bagi masyarakat Indonesia di perkotaan. Satu kilogram ikan yang diolah dengan cara ini dijual dengan harga sekitar Rp 35.000, hampir dua kali lipat dari harga jual ikan mentah yang hanya Rp 20.000.
Selain itu, bagi banyak perempuan, ini adalah pertama kalinya mereka memiliki pekerjaan, Bapak Daad menambahkan: "Ini memberikan status yang berbeda, dibayar untuk memasak."
Misi TEKAD adalah untuk memberikan dukungan dalam transformasi ekonomi kepada desa-desa yang berminat di wilayah termiskin di Indonesia, termasuk Papua Barat Daya. Dengan mempekerjakan dan melatih fasilitator lokal untuk bekerja dengan penduduk desa, program ini memastikan adanya dukungan dari masyarakat terhadap perencanaan jangka panjang.
"Solusi pembangunan yang tahan lama membutuhkan anggaran untuk dibelanjakan pada proyek-proyek yang memiliki manfaat ekonomi jangka panjang, bukannya dibelanjakan untuk berbagai inisiatif jangka pendek setiap tahunnya," kata Yumi Sakata, Programme Officer di kantor IFAD di Jakarta. "Dengan dukungan fasilitator TEKAD, para penerima manfaat - yang sebagian besar adalah perempuan pedesaan - mempelajari model bisnis yang berkelanjutan."
Menurut data TEKAD, investasi yang diberikan di Bianci adalah Rp 130 juta dalam bentuk barang dan Rp 100 juta dalam bentuk uang tunai bagi penduduk desa untuk membeli bahan baku dan membangun fasilitas untuk mengeringkan ikan.
Menuju ekonomi berbasis kelapa
Berjarak satu jam perjalanan lebih lanjut dengan perahu cepat, 200 penduduk Saukabu telah mengembangkan rencana - dengan dukungan TEKAD - untuk meningkatkan pendapatan mereka. Meskipun pengetahuan bahasa Inggris mereka terbatas, mereka sangat akrab dengan singkatan VCO (atau "vi-si-oh"), yang merupakan singkatan dari virgin coconut oil atau minyak kelapa murni, yang digunakan untuk perawatan wajah, pijat, dan masakan kelas atas. Terletak di sekitar gugusan pulau-pulau indah yang menghiasi uang kertas Rp 100.000, hasil utama pulau ini adalah kelapa - sekitar 40 ton per tahun.
Penduduk desa secara tradisional menjual kelapa mentah atau diasap dan mendapatkan Rp 100.000 untuk sekarung besar berisi 50 buah kelapa. Mereka sekarang sedang merintis produksi minyak kelapa murni, yang - tergantung pada kualitas akhirnya - dapat menghasilkan antara Rp 1 hingga 2 juta per 50 butir kelapa. Sebagian besar pekerjaan yang bernilai tambah ini dilakukan oleh perempuan.
TEKAD telah menjadi jalur kehidupan utama di daerah tersebut, kata Wahab Sangaji, Penasihat Ekonomi Khusus Kabupaten Raja Ampat. "Jika kami memiliki satu harapan, itu adalah untuk memperluas dukungan TEKAD dan pengetahuannya ke seluruh 117 desa di kabupaten ini," katanya.
Perubahan yang terjadi tidak hanya pada produk kelapa dan ikan yang ditingkatkan.
Setelah bekerja dengan penduduk pulau sejak peluncuran TEKAD pada tahun 2021, fasilitator Trully Novalia mengatakan bahwa manfaat jangka panjang lebih besar daripada keuntungan konkret: "TEKAD membawa perubahan pola pikir - agar masyarakat memiliki tujuan dan rencana serta memikirkan peluang ekonomi," katanya. "Hal ini akan memungkinkan mereka untuk memunculkan dan mengimplementasikan ide-ide bisnis jauh setelah proyek ini berakhir."
Afi Gamso, seorang ibu dari tiga anak di Bianci, merasa puas dengan manfaat yang lebih langsung untuk saat ini. "Dari uang yang baru saya dapatkan, saya bisa membeli pakaian baru dan perlengkapan sekolah untuk anak-anak saya," katanya. "Sangat penting bagi mereka untuk tampil layak di sekolah menengah atas di kota."