Kawasan Asia-Pasifik menetapkan langkah berani dalam tata kelola migrasi
04 Februari 2025
-----

Bangkok, 4 Februari 2025
Tinjauan Regional kedua Global Compact for Safe, Orderly and Regular Migration (GCM) di Asia dan Pasifik resmi dimulai hari ini dengan seruan untuk kebijakan migrasi yang menempatkan kebutuhan dan hak-hak migran sebagai prioritas utama serta mendorong kolaborasi luas antara pemerintah, komunitas, dan para pemangku kepentingan.
Sebagai rumah bagi lebih dari 40 persen migran internasional dunia, kawasan ini menghadapi perubahan besar akibat dinamika demografis, transformasi digital yang pesat, serta meningkatnya dampak perubahan iklim dan krisis lainnya. Migrasi intraregional masih menjadi faktor utama, dengan 70 persen migran berpindah di dalam kawasan ini.
Sebagian besar migrasi internasional didorong oleh pencarian pekerjaan yang layak, dengan migran perempuan memainkan peran yang penting, namun sering kali kurang dihargai di sektor-sektor seperti perawatan dan pekerjaan domestik. Anak-anak juga merupakan bagian yang signifikan dari populasi migran di kawasan ini, dengan kebutuhan khusus akan layanan dan perlindungan karena kerentanan mereka yang tinggi.
“Migrasi, jika dikelola dengan informasi yang tepat, perencanaan yang matang, dan keputusan sukarela yang baik, serta penghormatan dan perlindungan penuh terhadap hak asasi manusia, dapat membawa manfaat bagi semua pihak. Potensi migran harus dimanfaatkan secara optimal agar mereka dapat berperan dalam mendorong pembangunan berkelanjutan, baik di negara asal maupun tujuan,” ujar Armida Salsiah Alisjahbana, Wakil Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sekaligus Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia dan Pasifik (ESCAP), dalam sambutannya.
"Dengan lebih dari 40 persen migran dunia tinggal di Asia-Pasifik, kawasan ini memiliki peluang unik untuk menjadi contoh dalam memperluas jalur migrasi yang aman dan teratur, melindungi nyawa, serta memastikan migrasi memberikan manfaat bagi semua," ujar Catalina Devandas, mewakili Direktur Jenderal Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) Amy Pope dalam kapasitasnya sebagai Koordinator Jaringan Migrasi PBB.
Hasil dan komitmen yang diharapkan
Selama tiga hari ke depan, para peserta akan berbagi kemajuan, tantangan, dan praktik-praktik baik dalam implementasi 23 tujuan GCM. Diskusi akan berfokus pada peran penting migran dalam ketahanan dan pembangunan berkelanjutan kawasan Asia Pasifik, khususnya dengan mengambil pelajaran dari pandemi COVID-19.
“Di negara tujuan, para pekerja migran tidak hanya membawa tenaga kerja yang dibutuhkan, tetapi juga keterampilan, keahlian, dan interaksi sosial yang dapat mempercepat pembangunan ekonomi dan sosial. Sementara itu, negara asal dapat merasakan manfaat ekonomi dari remitansi dari pekerja migran dan diaspora,” ujar Eksiri Pintaruchi, Sekretaris Tetap Kementerian Luar Negeri Thailand.
Mewakili Stakeholder Action Group, pekerja rumah tangga migran sekaligus anggota Federasi Pekerja Rumah Tangga Internasional (IDWF), Nasrikah, menekankan pentingnya data migrasi yang terpilah untuk membantu pembuat kebijakan memahami kebutuhan utama migran dan keluarganya, serta mengambil langkah berdasarkan analisis dan pengalaman nyata migrasi yang tidak aman.
Menyadari pentingnya mengatasi tantangan kompleks yang membentuk dinamika migrasi seperti transformasi digital yang cepat, perubahan iklim, pergeseran demografi, dan ketimpangan ekonomi, beberapa komitmen utama yang diharapkan muncul dari pertemuan ini meliputi:
- Melindungi hak dan keselamatan migran: Pemerintah diharapkan memperbarui komitmen mereka terhadap kebijakan yang menjunjung tinggi hak-hak migran, mendorong kesetaraan gender, mengatasi diskriminasi, serta memastikan akses ke layanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan layak, dan perlindungan sosial bagi semua migran, termasuk anak-anak mereka.
- Menggunakan teknologi untuk meningkatkan sistem migrasi: Prioritas utama meliputi pengurangan biaya pengiriman remitansi, mendorong inklusi digital dan keuangan, mengakhiri kesenjangan gender dalam akses finansial, menyederhanakan proses migrasi, dan meningkatkan transparansi.
- Antisipasi krisis dan dampak iklim: Pemerintah diharapkan menyadari perlunya kebijakan migrasi yang membantu migran dan masyarakat menghadapi perubahan iklim, guncangan ekonomi, dan darurat kesehatan, dengan memanfaatkan data yang andal, terkini, dan terpilah.
- Memperkuat kerja sama regional: Pertemuan ini akan menyoroti kolaborasi lintas batas, kemitraan yang lebih kuat, dan keterlibatan bermakna dengan para migran, masyarakat sipil, organisasi hak-hak perempuan, dan sektor swasta untuk meningkatkan tata kelola migrasi.
Hasil dari pertemuan ini akan berkontribusi pada diskusi global dalam International Migration Review Forum 2026. Pemerintah juga diharapkan menegaskan kembali komitmen mereka untuk menyelaraskan tata kelola migrasi dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), dengan menekankan bahwa perlindungan bagi semua migran dan optimalisasi kontribusi mereka terhadap masyarakat adalah kunci pencapaian Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030.
