Sesi 4 Forum Kebijakan Global Accelerator Asia-Pasifik: Presentasi Negara Pathfinder dan Diskusi Panel – Dimoderatori oleh Kepala Perwakilan, Gita Sabharwal
-----
Merupakan suatu kehormatan bagi saya untuk memoderatori sesi tingkat tinggi ini bersama para pembuat kebijakan guna mendiskusikan percepatan penciptaan lapangan kerja produktif dan perluasan perlindungan sosial untuk mempercepat kemajuan terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Diskusi hari ini sangat mendesak dan penting.
Indonesia, Vietnam, dan Pakistan adalah tiga negara pathfinder dari Global Accelerator yang dapat memimpin melalui contoh dalam agenda krusial ini.
Di ketiga negara ini, sektor ekonomi informal memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan pemerintah sedang bekerja memperkuat perlindungan sosial serta meningkatkan keterampilan tenaga kerja untuk memastikan ekonomi berkelanjutan di masa depan.
Indonesia secara khusus berfokus pada penguatan registrasi sosial ekonomi guna meningkatkan penargetan dan penyaluran perlindungan sosial, terutama bagi mereka yang paling berisiko.
Vietnam sedang melakukan penilaian kesenjangan keterampilan di sektor energi terbarukan dengan fokus pada kaum muda dan perempuan sebagai bagian dari transformasi hijau.
Pakistan adalah negara pathfinder tahap awal yang sedang berupaya mengurangi fragmentasi sistem perlindungan sosial, yang sangat penting karena jutaan anak muda memasuki pasar kerja setiap tahun, sebagian besar dari mereka berada di sektor informal.
Seluruh transformasi ini berlangsung dalam konteks keterbatasan fiskal yang dihadapi oleh pemerintah.
Perubahan demografi menambah urgensi. Di satu sisi, kita mendapatkan manfaat dari bonus demografi kaum muda, namun di sisi lain, kita juga menghadapi populasi yang menua.
Hal ini menjadikan peningkatan efisiensi dalam lapangan kerja sangat penting.
Sebagai bagian dari hal ini, peningkatan dan penyesuaian keterampilan akan memungkinkan para pekerja muda berkembang di bidang pilihan mereka.
Pada saat yang sama, kita perlu memperluas akses terhadap perlindungan sosial.
Perhatian khusus perlu diberikan kepada perempuan, yang partisipasinya dalam pasar tenaga kerja masih belum setara, sehingga membatasi inklusi ekonomi mereka.
Artinya, investasi publik yang lebih besar akan dibutuhkan.
Indonesia dan Vietnam perlu meningkatkan investasi dalam mekanisme pembiayaan inovatif untuk menjembatani kesenjangan pendanaan dalam perlindungan sosial dan pengembangan keterampilan guna membuka potensi penuh dari tenaga kerja yang dinamis.
Ini termasuk memanfaatkan pasar modal dan industri.
Pakistan dan Indonesia juga dapat memanfaatkan pembiayaan Islam, termasuk sukuk hijau serta dana zakat dan wakaf.
Sebagai contoh, di Indonesia, PBB telah memobilisasi hampir 14 juta dolar AS untuk memastikan pendidikan, nutrisi, sanitasi dan kebersihan yang lebih baik bagi rumah tangga di dua provinsi.
Yang tidak kalah penting adalah dialog sosial yang mempertemukan pekerja, pelaku usaha, pembuat kebijakan, dan pemangku kepentingan menuju solusi yang inklusif.
Hanya jika pemerintah, dunia usaha, dan para pekerja bekerja bersama, kita dapat membangun ekonomi yang tangguh, memperkuat perlindungan sosial dan mengembangkan sumber daya manusia.
Sebagai Koordinator Residen di Indonesia, saya ingin membagikan lima pembelajaran kunci yang tengah berkembang dan relevan bagi sebagian besar negara yang sedang dalam masa transisi. Pemerintah juga akan menyampaikan hal-hal tersebut hari ini.
Pertama, seiring dengan transisi ekonomi, kebijakan perlindungan sosial yang terarah dibutuhkan untuk mengarusutamakan para pekerja ke dalam sektor formal.
Kedua, penggabungan skema perlindungan sosial non-kontributif dan kontributif akan bersifat transformatif dengan menciptakan efisiensi besar untuk memastikan 40% pekerja terbawah tidak terlewatkan.
Ketiga, memanfaatkan kawasan industri yang dipimpin sektor swasta untuk pengembangan keterampilan, pelatihan vokasi, dan program magang akan membantu menyiapkan tenaga kerja menghadapi masa depan.
Keempat, negara perlu mengintegrasikan instrumen pembiayaan berkelanjutan, termasuk obligasi SDGs dan pembiayaan sosial Islam ke dalam strategi nasional mereka demi keberlanjutan jangka panjang.
Kelima, keterlibatan sektor swasta sangat penting untuk mendorong pelaku usaha mengarusutamakan hak asasi manusia dan standar ketenagakerjaan dalam prinsip ESG sekaligus mendorong dialog agar suara pekerja turut didengar.
Diskusi hari ini merupakan kesempatan bagi kita untuk saling belajar, berbagi praktik baik, dan merancang arah menuju ekonomi yang lebih kuat dan inklusif di Indonesia, Vietnam, dan Pakistan.
Izinkan saya mengundang tiga pembicara untuk menyampaikan posisi negara mereka terkait peta jalan Global Accelerator, apa saja prioritas mereka dan pendekatan kebijakan strategis yang tengah mereka jalankan.
Dari Pakistan, hadir bersama kita Ibu Kanwal Batool, Sekretaris Deputi, Kementerian Urusan Pakistan di Luar Negeri dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Dari Indonesia, kita akan mendengarkan paparan dari Ibu Tirta Sutedjo, Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional.
Dari Vietnam, hadir Ibu Chu Thi Lan, Kepala Divisi Ketenagakerjaan, Kementerian Dalam Negeri.
Masing-masing pembicara akan memiliki waktu lima menit untuk memaparkan gambaran besar terkait peta jalan, prioritas, dan pendekatan kebijakan mereka dalam bidang perlindungan sosial dan pengembangan keterampilan. Setelah itu, sesi akan dilanjutkan dengan dua putaran tanya jawab.
Pidato Oleh
