Memerangi meningkatnya eksploitasi anak selama pandemi COVID-19
Perlu mengembangkan mekanisme deteksi dini dan melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan, termasuk masyarakat dan keluarga dalam memerangi eksploitasi anak
Pejabat penting di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Kementerian Tenaga Kerja, dengan dukungan dari organisasi masyarakat sipil, forum anak-anak dan ILO, telah menyerukan upaya intensif melalui penguatan kolaborasi dan koordinasi untuk mencegah dan memerangi peningkatan eksploitasi anak-anak. kegiatan ekonomi selama pandemi COVID-19.
Webinar satu hari bertajuk “Hentikan eksploitasi ekonomi anak di masa pandemi COVID-19” ini diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan dukungan Kementerian Ketenagakerjaan, JARAK, jaringan LSM yang menangani isu pekerja anak, forum anak-anak dan ILO, pada tanggal 28 Juli bersamaan dengan peringatan Hari Anak Nasional. Lebih dari 300 peserta nasional berpartisipasi dalam webinar ini.
“Kita perlu mengembangkan mekanisme deteksi dini dan melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan, termasuk masyarakat dan keluarga, dalam memerangi eksploitasi anak. Kata Nahar, Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak”
Nahar, Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, menyoroti peningkatan jumlah anak yang menjadi korban eksploitasi, terutama di masa pandemi. “Kita perlu mengembangkan mekanisme deteksi dini dan melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan, termasuk masyarakat dan keluarga, dalam memerangi eksploitasi anak. Saya berharap webinar ini dapat memberikan rekomendasi berdasarkan pembelajaran dan berbagi pengalaman antar pemangku kepentingan,” ujarnya dalam sambutannya.
Sekitar 11 juta anak Indonesia kini rentan dieksploitasi secara ekonomi sebagai pekerja anak. Mereka juga rentan putus sekolah. Mayoritas pekerja anak ditemukan di wilayah timur Indonesia seperti pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua.
“Kami telah mengembangkan strategi untuk menghapuskan eksploitasi anak seiring dengan komitmen Indonesia untuk mengakhiri perbudakan modern, perdagangan manusia, dan pekerja anak pada tahun 2030. Hal ini untuk memenuhi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya Tujuan 8.7,” jelas Valentina Gintings, Asisten Deputi Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
“Selain penarikan anak dari pekerja anak, Kementerian Ketenagakerjaan juga telah menyelenggarakan program pelatihan keterampilan bagi mantan pekerja anak dan program kewirausahaan bagi keluarga pekerja anak sebagai bagian dari upaya memutus lingkaran setan kemiskinan dan pekerja anak. Tunjung Rijanto, Kepala Unit Pengendalian Norma Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak Kementerian Ketenagakerjaan"
Tunjung Rijanto, Kepala Unit Pengendalian Norma Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak Kementerian Ketenagakerjaan, menyatakan komitmen yang sama dan kuat untuk memerangi dan menghapuskan pekerja anak di tanah air. “Selain penarikan anak dari pekerja anak, Kementerian Ketenagakerjaan juga telah menyelenggarakan program pelatihan keterampilan bagi mantan pekerja anak dan program kewirausahaan bagi keluarga pekerja anak sebagai bagian dari upaya memutus lingkaran setan kemiskinan dan pekerja anak,” dia berkata.
Sementara itu Irham Saifuddin, staf program ILO, memaparkan serangkaian pemantauan ILO mengenai COVID-19 dan dunia kerja. Pemantauan terbaru ILO yang diterbitkan pada bulan Juli mengungkapkan hilangnya jam kerja setara dengan 400 juta pekerjaan penuh waktu, lebih buruk dibandingkan perkiraan sebelumnya.
Terkait pekerja anak, data terbaru ILO menunjukkan terdapat sekitar 152 juta pekerja anak di seluruh dunia dan mayoritas bekerja di sektor pertanian. “Hal ini sejalan dengan kondisi Indonesia yang mayoritas pekerja anak kita bekerja di sektor pertanian dan kehutanan,” ujarnya.
Oleh karena itu kami mencoba mengembangkan program edukatif bagi anak-anak agar mereka dapat bermain dan belajar serta mendukung program guru keliling agar aktivitas sekolah tetap berjalan. Anak-anak tidak boleh bekerja, mereka harus bersekolah. Ungkap Rizky Dwi Saputra, Ketua Forum Anak Desa Jokarto di Jawa Timur"
Ia juga mengingatkan para peserta tentang urgensi masalah ini dan kebutuhan mendesak untuk mengintensifkan upaya tersebut. “Selain meningkatnya eksploitasi terhadap anak-anak, kita juga menghadapi tingginya pengangguran kaum muda yang bahkan lebih tinggi dari angka pengangguran global, bonus demografi, dan peta jalan untuk menghapuskan pekerja anak pada tahun 2022. Oleh karena itu, kita perlu mengintensifkan upaya bersama kita.”
Dari sudut pandang anak-anak, Rizky Dwi Saputra, Ketua Forum Anak Desa Jokarto Jawa Timur, menekankan perlunya program yang lebih edukatif dan belajar bagi anak-anak. Belajar dari pengalamannya sendiri, ia mengatakan bahwa di masa pandemi, lebih banyak anak yang memilih bekerja dan membantu keluarga karena kurangnya teknologi, kurangnya guru, dan meringankan beban ekonomi keluarga.
“Oleh karena itu kami mencoba mengembangkan program edukatif bagi anak-anak agar mereka dapat bermain dan belajar serta mendukung program guru keliling agar aktivitas sekolah tetap berjalan. Anak-anak tidak boleh bekerja, mereka harus bersekolah,” ujarnya.