Kemitraan sekolah industri memberikan kesempatan yang lebih baik bagi kaum muda untuk mendapatkan pekerjaan yang layak
Survei terbaru ILO mengungkap suara generasi muda Indonesia mengenai transisi dari sekolah ke dunia kerja
Survei terbaru ILO mengungkap suara generasi muda Indonesia mengenai transisi dari sekolah ke dunia kerja. Melakukan transisi menuju pekerjaan yang layak bagi kaum muda bahkan di masa perekonomian terbaik sekalipun sudah merupakan tantangan yang berat. Hal ini bahkan lebih sulit lagi di masa krisis seperti pandemi COVID-19.
“Saya sangat yakin bisa mendapatkan pekerjaan yang layak,” kata Dio Firdaus, lulusan baru SMA 100, sebuah sekolah menengah atas di Jakarta, Indonesia. Theresia Ribka, siswi SMK jurusan multimedia, juga menunjukkan rasa percaya diri yang sama. Baik Dio maupun Theresia merupakan representasi dari 80,4 persen pemuda yang disurvei yang menyatakan bahwa mereka percaya diri untuk mendapatkan pekerjaan yang layak ketika memasuki dunia kerja karena mereka yakin bahwa mereka memiliki keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan.
"Saya baru saja menyelesaikan masa magang di sebuah perusahaan kontraktor. Program magang ini memberikan saya pengalaman kerja yang membantu saya mendapatkan pekerjaan nyata. Ungkap Abiel Kristianto yang kini menjadi arsitek junior"
Untuk mempelajari lebih lanjut tentang perspektif pemuda Indonesia mengenai transisi dari sekolah ke pekerjaan, ILO bekerja sama dengan GRID Network, sebuah jaringan media terkemuka, melakukan survei pada bulan Desember lalu, yang menjangkau 2.442 remaja perempuan dan laki-laki berusia 15-24 tahun di 10 kota. Hasil survei tersebut dijabarkan melalui wawancara awal tahun ini, yang menangkap sudut pandang para ahli dan beberapa responden.
Survei menunjukkan bahwa dari mereka yang yakin untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, 89 persen telah berpartisipasi dalam program transisi dari sekolah ke dunia kerja, seperti antara lain program pemagangan, kunjungan ke industri, guru/dosen dari industri. Namun sebanyak 1.555 responden (47,3%) menyatakan bahwa lembaga pendidikan belum membekali mereka dengan keterampilan dan pengetahuan yang memadai untuk memasuki dunia kerja.
Survei ini dilakukan sebagai bagian dari proyek gabungan PBB, “Platform Solusi Terpadu: Pelatihan Pendidikan Kejuruan (TVET) – Kolaborasi Industri”, yang bertujuan untuk mendorong kolaborasi industri-TVET untuk mengurangi ketidaksesuaian keterampilan dan untuk mendorong pembagian biaya dalam penyelenggaraan TVET. antara pemerintah dan sektor swasta.
Hal ini juga didukung oleh ILO's Industry Skills for Inclusive Growth (In-Sight) Project Phase-2 . Didanai oleh Pemerintah Jepang, proyek ini bertujuan untuk mendorong mekanisme dan pendekatan praktis yang memungkinkan industri dan tempat kerja menjadi pendorong pertumbuhan berkelanjutan dan inklusif di kawasan Asia.
Manfaat program transisi dari sekolah ke dunia kerja
Program transisi yang paling bermanfaat menurut survei ini adalah program pemagangan. Sekitar 92 persen pemuda yang disurvei mengungkapkan bahwa program pemagangan telah membekali mereka dengan keterampilan yang relevan dan pengalaman kerja nyata yang akan memperlancar transisi mereka dari sekolah ke dunia kerja dan memberi mereka peluang lebih baik untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
“Saya baru saja menyelesaikan masa magang saya di sebuah perusahaan kontraktor. Program magang ini memberikan saya pengalaman kerja yang membantu saya mendapatkan pekerjaan nyata,” kata salah satu responden, Abiel Kristianto yang kini menjadi arsitek junior.
Manfaat program magang membuat sebagian besar responden (97,9%) berkeinginan untuk mengikuti program ini jika diberi kesempatan. Namun survei ini juga mengungkapkan bahwa kaum muda masih memerlukan dukungan dan akses dari sekolah untuk berpartisipasi dalam program pemagangan.
“Program magang ini sangat bermanfaat karena memberikan saya keterampilan yang dibutuhkan dan pengalaman kerja yang nyata sehingga membantu saya mendapatkan pekerjaan yang layak di industri perhotelan. Kata Rosyanti Lestari”
Hanya 35 persen peserta yang menunjukkan inisiatif sendiri untuk berpartisipasi dalam program pemagangan. Salah satunya adalah Rosyanti Lestari. Ketika ia menghadapi kesulitan dalam mencari pekerjaan setelah lulus dari jurusan pemasaran sekolah kejuruan, ia berinisiatif mengikuti program magang di Hotel Bumi Wiyata, sebuah program magang percontohan yang dilakukan oleh ILO dan industri perhotelan.
“Program pemagangan sangat bermanfaat karena memberikan saya keterampilan yang diperlukan dan pengalaman kerja nyata; sehingga membantu saya mendapatkan pekerjaan yang layak di industri perhotelan,” kata Rosyanti yang telah mendapatkan pekerjaan di salah satu hotel bintang lima di Jakarta.
Inisiatif serupa juga dilakukan Dio. Selama magang, ia mempelajari keterampilan yang berkaitan dengan profesi yang ingin ia tekuni di bidang jurnalisme. “Selama magang saya mempelajari keterampilan yang tidak pernah diajarkan di sekolah.”
Selain pemagangan, program transisi bermanfaat lainnya yang diidentifikasi antara lain seminar bersama dengan industri, kunjungan ke industri, guru/dosen dari industri, pengenalan profesi dan lain sebagainya. Satrio Utomo, lulusan sekolah kejuruan, adalah salah satu siswa yang memperoleh manfaat dari program transisi ini.
“Selama kunjungan saya ke industri bersama sekolah saya, kami dijelaskan tentang keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk berbagai bidang pekerjaan. Ini benar-benar membuka mata saya tentang keterampilan yang dibutuhkan dan kondisi tempat kerja yang berbeda dengan apa yang kita pelajari di kelas,” ungkapnya.
Keterlibatan industri yang lebih besar dalam pengembangan keterampilan
Keterlibatan industri dalam sistem pendidikan vokasi merupakan kunci untuk mengurangi kesenjangan dan ketidaksesuaian keterampilan. Tauvik Muhamad, manajer program pengembangan keterampilan ILO, menekankan pentingnya kemitraan antara pendidikan dan pelatihan teknis dan kejuruan (TVET) dengan industri.
“Melalui program transisi, seperti program pemagangan, perusahaan bisa mendapatkan pekerja yang keterampilannya sesuai dengan kebutuhan industri. Oleh karena itu, Kementerian Ketenagakerjaan harus menyosialisasikan program ini secara luas. Kata Hariyadi Sukamdani, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia ( Apindo)"
“Kolaborasi antara TVET dan industri harus dibangun dengan melibatkan industri dalam pengembangan kurikulum, pendampingan dan program pengembangan keterampilan melalui program transisi seperti pemagangan,” kata Tauvik Muhamad, manajer proyek ILO untuk pengembangan keterampilan.
Menurut Hariyadi Sukamdani, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), industri dapat mengambil manfaat dari kemitraan dengan lembaga pendidikan. “Melalui program transisi, seperti program pemagangan, perusahaan dapat memperoleh pekerja yang keterampilannya sesuai dengan kebutuhan industri. Oleh karena itu, Kementerian Ketenagakerjaan harus mensosialisasikan program ini secara luas,” ujarnya.
Senada dengan itu, Lispiyamitni, Head of HRD PT Jotun Indonesia yang juga Kepala Sekolah SMK Industri di Cikarang, Jawa Barat, mengatakan program transisi sekolah ke dunia kerja akan lebih mempersiapkan lulusan TVET untuk memasuki dunia kerja. “Melalui program transisi, siswa belajar bagaimana melakukan pekerjaan nyata dan merasakan kondisi tempat kerja nyata sebelum mereka memasuki dunia kerja,” ujarnya.
Proses pembelajaran di SMK Industri di Cikarang, Jawa Barat
Selain program transisi, kaum muda yang disurvei juga mengungkapkan harapan mereka mengenai pekerjaan layak yang ingin mereka dapatkan. “Selain gaji yang bagus, saya berharap mendapat bimbingan dan lingkungan kerja yang layak,” kata Melati Putri, lulusan SMA. Indira Priyanka, seorang siswa SMA, berharap “Saya bisa terus mengembangkan dan mengaplikasikan passion dan bakat saya di dunia kerja”, sedangkan Satrio berharap, “Saya bisa mendapatkan pengalaman dan membangun networking sehingga bisa juga menciptakan lapangan kerja bagi orang lain.”