Di seluruh dunia, sembilan dari sepuluh orang menghirup udara yang tidak bersih.
Polusi udara berkontribusi terhadap penyakit jantung, stroke, kanker paru-paru dan penyakit pernafasan lainnya.
Penyakit ini menyebabkan sekitar 7 juta kematian dini setiap tahunnya, terutama di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah.
Polusi udara juga mengancam perekonomian, ketahanan pangan dan lingkungan.
Saat kita pulih dari pandemi virus corona, dunia perlu memberikan perhatian yang lebih besar terhadap polusi udara, yang juga meningkatkan risiko terkait COVID-19.
Kita juga harus segera mengatasi ancaman perubahan iklim yang lebih besar.
Membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat akan membantu mengurangi polusi udara, kematian, dan penyakit.
Lockdown tahun ini telah menyebabkan penurunan emisi secara drastis, sehingga memberikan gambaran udara yang lebih bersih di banyak kota.
Namun emisi sudah meningkat lagi, di beberapa tempat bahkan melampaui tingkat sebelum terjadinya COVID.
Kita membutuhkan perubahan yang dramatis dan sistematis.
Penguatan standar lingkungan hidup, kebijakan dan undang-undang yang mencegah emisi polutan udara semakin dibutuhkan.
Negara-negara juga perlu mengakhiri subsidi bahan bakar fosil.
Dan, di tingkat internasional, negara-negara perlu bekerja sama untuk saling membantu dalam transisi menuju teknologi ramah lingkungan.
Saya menyerukan kepada pemerintah yang masih menyediakan pendanaan untuk proyek-proyek terkait bahan bakar fosil di negara-negara berkembang untuk mengalihkan dukungan tersebut ke arah energi ramah lingkungan dan transportasi berkelanjutan.
Dan saya mendesak semua negara untuk menggunakan paket pemulihan pasca-COVID untuk mendukung transisi menuju pekerjaan yang sehat dan berkelanjutan.
Hari ini, 7 September, merupakan Hari Udara Bersih Internasional yang pertama untuk langit biru.
Mari kita bekerja sama untuk membangun masa depan yang lebih baik dengan udara bersih untuk semua.