Hutan menutupi sekitar 30 persen luas daratan bumi dan menjadi rumah bagi 80 persen spesies terestrial. Jasa ekosistem yang mereka berikan kepada umat manusia berkisar dari pemurnian udara dan air hingga produksi makanan, obat-obatan, serta produk kayu dan kertas. Hutan menopang daerah aliran sungai yang penting dan mempengaruhi iklim global dan pola curah hujan.
Hutan juga berperan sebagai penyerap karbon yang penting, menyerap sekitar 2 miliar ton karbon dioksida setiap tahunnya. Oleh karena itu, pengelolaan hutan secara lestari sangat penting untuk menutup kesenjangan emisi dan membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5°C dari tingkat pra-industri.
Mengingat pentingnya peran hutan dalam menangkap karbon dioksida, sangatlah mengkhawatirkan bahwa hutan semakin menjadi korban kekeringan yang disebabkan oleh perubahan iklim. Setahun terakhir telah terjadi kebakaran hutan yang sangat besar, mulai dari Arktik Kanada dan Siberia hingga California dan Australia. Selain hilangnya banyak nyawa, rumah, dan mata pencaharian di wilayah berpenduduk padat, kebakaran ini juga bertanggung jawab atas emisi karbon dioksida dalam jumlah besar.
Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 mengakui pentingnya peran hutan bagi masa depan kita. Pada tahun 2017, Rencana Strategis PBB untuk Hutan 2030 yang pertama diadopsi oleh Majelis Umum PBB. Rencana tersebut mencakup enam Tujuan Kehutanan Global dan 26 target terkait yang harus dicapai pada tahun 2030. Target-target ini patut dipuji, namun kita tidak berada pada jalur yang tepat.
Deforestasi terutama disebabkan oleh konversi habitat untuk pertanian skala besar. Meningkatkan produksi pertanian tanpa mengganti hutan alam merupakan tantangan utama. Selama 25 tahun terakhir, laju deforestasi bersih global tahunan telah melambat lebih dari 50 persen, hal ini merupakan berkat upaya pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya yang berupaya mengelola hutan secara berkelanjutan. Namun, banyak wilayah hutan yang terus hilang.
Hari Hutan Internasional tahun ini menyoroti hubungan antara hutan dan kekayaan keanekaragaman hayati yang didukungnya. Tahun lalu, Platform Kebijakan Sains Antarpemerintah tentang Keanekaragaman Hayati dan Jasa Ekosistem memperingatkan bahwa kesehatan ekosistem kita sedang menurun dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan tingkat kepunahan spesies semakin cepat. Kita harus bertindak cepat untuk membalikkan keadaan ini. Menjaga hutan adalah salah satu solusinya.
Tahun 2020 disebut sebagai “Tahun Super Alam” dan harus menjadi tahun di mana kita membalikkan keadaan deforestasi dan hilangnya hutan. Pertemuan ke-15 Konferensi Para Pihak Konvensi Keanekaragaman Hayati pada bulan Oktober bertujuan untuk mengadopsi Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global Pasca-2020. Kerangka kerja ini harus mencakup target-target baru yang ambisius untuk melindungi alam dan mengatasi penyebab utama hilangnya alam, ditambah dengan mekanisme implementasi dan pendanaan yang kuat.
Lingkungan global kita sedang terdegradasi karena pilihan-pilihan kita yang tidak ramah lingkungan. Cara kita mengonsumsi sumber daya alam mempercepat hilangnya keanekaragaman hayati dan memperburuk perubahan iklim. Pada Hari Internasional ini, saya mendesak semua pemerintah, dunia usaha dan masyarakat sipil untuk mengambil tindakan segera untuk menghentikan deforestasi dan memulihkan hutan yang terdegradasi, sehingga generasi mendatang dapat menikmati masa depan yang lebih hijau dan sehat.