Latest
Pidato
03 Desember 2025
Hari Orang dengan Disabilitas Internasional 2025 - Pesan Sekretaris Jenderal, António Guterres
Pelajari Lebih Lanjut
Siaran Pers
02 Desember 2025
Pernyataan yang dapat dikutip dari Juru Bicara Sekretaris Jenderal – tentang banjir di Asia
Pelajari Lebih Lanjut
Pidato
01 Desember 2025
Hari AIDS Sedunia 2025 - Pesan Sekretaris Jenderal, António Guterres
Pelajari Lebih Lanjut
Latest
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia
Indonesia kian tumbuh dengan kecepatan yang lebih cepat dari waktu mana pun dalam sejarahnya. Dengan mengingat Agenda 2030, negara ini bergerak menuju ekonomi rendah karbon yang bernilai lebih tinggi, terintegrasi secara global. PBB bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia, organisasi masyarakat sipil, lembaga akademis, dan entitas sektor swasta untuk mencapai TPB secara efektif melalui pendekatan terpadu.
PBB juga akan memperkuat kemitraannya dengan otoritas dan masyarakat regional dan kabupaten untuk memberikan hasil pembangunan yang berkelanjutan. Selain itu, PBB akan memperluas kerjasamanya dengan memasukkan asosiasi industri, think tank, pengelola data dan lembaga berbasis sains dan teknologi yang menawarkan prospek inovasi untuk solusi pembangunan terintegrasi, yang sangat penting untuk pencapaian TPB.
PBB berkomitmen untuk bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia dalam membangun bangsa yang sejahtera, demokratis, dan adil, di mana pembangunan bisa bermanfaat bagi semua orang, dan di mana hak-hak generasi mendatang dilindungi. Sesuai dengan janji TPB untuk “tidak meninggalkan siapa pun”, pendekatan PBB menggabungkan fokus yang kuat pada yang termiskin dari yang miskin, memerangi diskriminasi dan meningkatnya ketidaksetaraan dan mengatasi akar penyebabnya. “Tidak meninggalkan siapa pun” berarti memprioritaskan martabat orang dan menempatkan kemajuan komunitas yang paling terpinggirkan dan rentan terlebih dahulu.
Janji sentral dan transformatif ini menjadi lebih penting dari sebelumnya untuk mengatasi dampak pandemi COVID-19 dan bekerja menuju pemulihan yang berkelanjutan, tangguh, dan inklusif.
Publikasi
13 Agustus 2025
Kerangka Kerja Sama Pembangunan Berkelanjutan Indonesia–Perserikatan Bangsa-Bangsa 2026–2030
Kerangka Kerja Sama Pembangunan Berkelanjutan Indonesia–Perserikatan Bangsa-Bangsa (Kerangka Kerja Sama, 2026–2030) mencerminkan komitmen kolektif sistem PBB untuk sepenuhnya menyelaraskan keahlian, sumber daya, dan kemitraannya guna mendukung visi pembangunan nasional Indonesia. Berlandaskan komitmen bersama terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), kerangka ini menjadi instrumen utama yang memandu kolaborasi strategis antara Pemerintah Indonesia dan Tim PBB di Indonesia hingga tahun 2030.Kerangka Kerja Sama ini merupakan hasil dari konsultasi yang luas dan inklusif dengan lembaga pemerintah, masyarakat sipil, pemuda, pelaku sektor swasta, dan mitra pembangunan. Kerangka ini dirancang untuk mendukung percepatan kemajuan menuju aspirasi jangka panjang Indonesia menjadi negara maju, berkelanjutan, dan berpendapatan tinggi, sebagaimana diartikulasikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2025–2029), khususnya “Trisula Pembangunan” yang menekankan pada pengurangan kemiskinan, pengembangan sumber daya manusia, dan pertumbuhan ekonomi. Kerangka ini menunjukkan keselarasan yang kuat dengan prioritas nasional, sekaligus memastikan tidak ada seorang pun yang tertinggal.Kerangka Kerja Sama ini menetapkan bagaimana PBB akan menyesuaikan cara kerjanya dalam merespons dinamika konteks pembangunan Indonesia, melalui peningkatan fokus pada pembukaan akses pembiayaan inovatif untuk memperluas dampak SDGs, memanfaatkan kapasitas berbagai entitas melalui penawaran terintegrasi, memusatkan perhatian pada tema dan wilayah dengan kebutuhan terbesar, serta memfasilitasi Kerja Sama Selatan–Selatan dan Triangular.Unduh Ringkasan Eksekutif (tombol pertama) atau Versi Lengkap (tombol kedua)
1 of 4
Publikasi
25 Maret 2025
Laporan Tahunan PBB 2024
Kemitraan antara Pemerintah Indonesia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terus mendorong kemajuan menuju Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Laporan 2024 kami menyoroti pencapaian bersama dalam memperkuat pembangunan manusia yang inklusif, mendorong transformasi ekonomi dan transformasi hijau, serta menggerakkan solusi pembiayaan inovatif.Dari perluasan akses vaksin penyelamat nyawa bagi jutaan anak hingga mendukung ribuan UMKM dalam membangun bisnis berkelanjutan, kolaborasi kami memberikan dampak di 123 wilayah di seluruh negeri. Dengan mengintegrasikan teknologi bersih, memperkuat perlindungan laut, dan mendukung inisiatif energi terbarukan yang dipimpin perempuan, kami mendukung kontribusi dalam mempercepat transisi Indonesia menuju masa depan yang lebih hijau dan tangguh.Melalui kemitraan strategis, PBB telah mendukung mobilisasi dana tambahan sebesar $1,6 miliar melalui sukuk hijau dan obligasi terkait SDGs, serta lebih dari $13 juta melalui dana Zakat untuk layanan sosial yang krusial.Untuk Laporan tahun Ini, kami mengangkat tenun ikat dari Nusa Tenggara Timur—simbol warisan budaya dan nilai-nilai bersama yang menjadi dasar misi kami dalam membangun Indonesia yang lebih berkelanjutan dan inklusif.Untuk melihat secara menyeluruh inisiatif PBB dan kemajuan Indonesia menuju SDGs, silakan unduh laporan lengkap di bawah ini.
1 of 4
Publikasi
07 Oktober 2024
Laporan Tahunan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Indonesia 2023
Dengan semakin dekatnya tenggat waktu pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) pada tahun 2030, kolaborasi yang lebih intensif antara Pemerintah Indonesia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjadi kunci untuk mempercepat pencapaian SDGs. Laporan ini menyoroti upaya kolektif pemerintah dan PBB tidak hanya untuk memenuhi target SDG, tetapi juga untuk mengeksplorasi solusi inovatif dalam hal pembiayaan, pengumpulan data, dan integrasi teknologi canggih untuk memantau kemajuan.Laporan ini merangkum kemitraan dinamis antara Indonesia dan PBB, dengan menekankan pencapaian-pencapaian utama di bawah Kerangka Kerja Sama Pembangunan Berkelanjutan PBB (United Nations Sustainable Development Cooperation Framework/UNSDCF). Mulai dari memajukan pembangunan manusia yang inklusif hingga mempromosikan inisiatif dan inovasi ramah lingkungan, kerja sama kami selaras dengan prioritas pembangunan nasional Indonesia. Untuk melihat secara menyeluruh inisiatif PBB dan kemajuan Indonesia dalam mencapai SDGs, silakan unduh laporan lengkapnya di bawah ini.
1 of 4
Publikasi
15 Mei 2025
Buletin ASSIST JP Edisi 6
Sejak tahun 2021, Program Bersama PBB ‘Accelerating Sustainable Development Goals Investments in Indonesia (ASSIST)’ telah mempertemukan empat lembaga PBB: UNEP, UNICEF, UNIDO, dan UNDP sebagai lembaga teknis utama untuk bermitra dengan Pemerintah Indonesia dalam mempercepat kemajuan menuju pencapaian SDGs dengan memanfaatkan pembiayaan melalui instrumen pembiayaan inovatif yang selaras dengan SDGs. Pembiayaan yang dimobilisasi melalui dukungan dari ASSIST menjangkau sekitar seperlima dari populasi Indonesia.Edisi ke-6 Buletin Program Bersama ASSIST menyoroti pencapaian utama, tonggak penting, dan cerita-cerita program dari Juli hingga Desember 2024. Mulai dari mendukung penerbitan obligasi tematik Indonesia, memperkuat pengelolaan keuangan publik dan keuangan berbasis keagamaan, mengembangkan kerangka pembiayaan berkelanjutan untuk perbankan, hingga mendorong ekosistem investasi berdampak di Indonesia—Program Bersama ASSIST terus memainkan peran penting dalam membentuk lanskap pembiayaan berkelanjutan di Indonesia.
1 of 4
Cerita
01 Desember 2025
Hari AIDS Sedunia 2025: Pemantauan berbasis komunitas membantu meningkatkan akses pengobatan HIV di Aceh
BANDA ACEH – Anas, Ketua Jaringan Indonesia Positif (JIP) Aceh, mengatakan bahwa kunci untuk hidup sehat bagi orang dengan HIV terdiri dari dua hal: akses terhadap pengobatan dan kedisiplinan diri. JIP merupakan sebuah kelompok advokasi dan dukungan bagi orang yang hidup dengan HIV. Selama lebih dari satu dekade, JIP telah menjalankan misi mendampingi mereka yang terinfeksi serta mengadvokasi pencegahan dan deteksi dini HIV di seluruh Indonesia, termasuk di Aceh. “Banyak yang telah berubah dalam 15 tahun terakhir,” ujar Anas. “Yang paling penting, sekarang semua orang memiliki akses ke pengobatan berkualitas karena pengobatan HIV disediakan gratis oleh pemerintah.”Namun, hidup dengan HIV tidaklah mudah di mana pun, termasuk di Banda Aceh. “Banyak orang HIV+ yang saya kenal kehilangan pekerjaan setelah atasan mereka mengetahui diagnosisnya,” kata seorang mantan pelayan yang hidup dengan HIV dan meminta identitasnya dirahasiakan. Ia menerima diagnosis HIV pada 2011 dan memulai pengobatan. Sejak itu, ia tidak bergejala dengan jumlah virus di bawah tingkat penularan. “Tetapi saat ini kami lebih berhati-hati dan tidak terlalu membicarakannya,” ujarnya.Di Aceh—satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan syariah—membicarakan seks dianggap tabu, dan HIV sering dipandang sebagai persoalan moral. Mendorong kelompok berisiko untuk mengakses layanan HIV menjadi tantangan tersendiri karena stigma yang melekat pada HIV. Di Indonesia sendiri, terdapat sekitar 650.000 orang yang hidup dengan HIV dan dua pertiganya adalah laki-laki muda.“Ada sekitar 50 diagnosis HIV baru setiap tahun di Aceh, angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa tahun lalu,” kata Yunidar Redmi, perwakilan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) di Banda Aceh. PKBI telah aktif melakukan penyuluhan dan edukasi komunitas untuk mendorong tes HIV dan layanan pencegahan dengan dukungan dari Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis, and Malaria.“Banyak orang yang positif HIV atau menduga dirinya positif enggan pergi ke rumah sakit karena takut stigma,” kata Chandra Mohammad, petugas penghubung di kantor pusat JIP di Jakarta. “Hal ini seharusnya tidak terjadi lagi karena pengobatan HIV sepenuhnya disubsidi, dan program HIV merupakan salah satu prioritas nasional di bidang kesehatan.”Untuk mendukung pemerintah menjangkau lebih banyak orang dengan pengobatan HIV yang berkualitas, JIP memimpin pelaksanaan pemantauan berbasis komunitas dengan dukungan Program Gabungan PBB untuk HIV dan AIDS (UNAIDS). Dalam pemantauan berbasis komunitas, orang yang terdampak HIV dapat memantau layanan secara sistematis, menganalisis data yang dikumpulkan, serta dapat melakukan advokasi berdasarkan bukti untuk meningkatkan kualitas layanan. “Pemantauan berbasis komunitas semakin diakui oleh otoritas sebagai alat untuk meningkatkan efektivitas, kualitas, dan penerimaan program HIV. Jika layanan tersedia, berkualitas tinggi, dan bebas stigma, lebih banyak orang akan mencari diagnosis dan pengobatan,” ujar Elis Widen, Penasihat Dukungan Komunitas UNAIDS Indonesia.Di Indonesia, pemantauan berbasis komunitas sendiri telah berjalan sejak 2020. Sel-sel komunitas ini beroperasi di 22 provinsi dan melibatkan lebih dari 900 relawan. Selain dukungan UNAIDS, program ini juga didukung oleh Global Fund for AIDS, Tuberculosis, and Malaria di seluruh kabupaten prioritas HIV di Indonesia.“Kami menyambut baik inisiatif jejaring nasional orang yang hidup dengan HIV di Indonesia untuk memimpin pemantauan berbasis komunitas, termasuk di Aceh,” kata Prima Yosephine, Pelaksana Tugas Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kementerian Kesehatan RI. “Masukan mengenai layanan HIV sangat penting untuk memperkuat kualitas, aksesibilitas, dan kesinambungan layanan. Inisiatif ini menunjukkan bagaimana pelibatan komunitas yang bermakna dapat meningkatkan diagnosis dini, mendukung kepatuhan pengobatan, dan berkontribusi mengurangi infeksi baru. Kami tetap berkomitmen bekerja sama dengan komunitas untuk memastikan tidak ada yang tertinggal
dalam respon nasional terhadap HIV.”
dalam respon nasional terhadap HIV.”
1 of 5
Cerita
24 November 2025
Cream of the Crop: Inklusi Keuangan Meningkatkan Produktivitas, Penjualan, dan Kesejahteraan di Indonesia
PANGALENGAN, JAWA BARAT – Di antara perbukitan bergelombang di Provinsi Jawa Barat, ribuan petani merasakan manfaat nyata dari digitalisasi usaha mereka dan peningkatan akses terhadap pembiayaan, sebagian berkat proyek yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).Anggota Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) mencatat peningkatan 38% pada pinjaman produktif dan kenaikan 43% pada volume penjualan selama dua tahun terakhir, setelah diperkenalkannya aplikasi baru yang digunakan sebagai solusi sistem perencanaan sumber daya usaha (Enterprise Resource Planning/ERP).“Akses pembiayaan yang lebih mudah berarti volume pinjaman lebih tinggi, yang pada gilirannya berarti lebih banyak ternak dan pendapatan lebih tinggi bagi petani kami,” kata Kepala KPBS, Aun Gunawan. “Inilah bagaimana inklusi keuangan meningkatkan kesejahteraan.” Didirikan pada 1969, KPBS memiliki 5.000 anggota dan memproduksi 70.000 ton susu per hari. Koperasi ini mengoperasikan pabrik susu sendiri, menggunakan sekitar 15% produksi susunya untuk membuat yoghurt dan keju mozzarella, sementara sisanya dijual ke perusahaan susu di wilayah tersebut. Selain itu, koperasi juga mengelola rumah sakit, layanan kesehatan hewan, dan bank—semua dirancang untuk mendukung anggota serta meningkatkan kesejahteraan dan daya saing mereka. Holistik dan sehat“Kami mengambil pendekatan holistik, dan bagi kami, semua ini terkait kesehatan—bukan hanya kesehatan petani dan ternak mereka, tetapi juga kesehatan finansial,” jelas Aun kepada para kepala lembaga PBB di Indonesia yang mengunjungi KPBS sebagai bagian dari acara Dialog Pemimpin tahunan mereka mengenai arah PBB di negara ini.Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) kini mendukung koperasi ini dalam mewujudkan visi tersebut, memanfaatkan digitalisasi untuk memperkuat inklusi keuangan. Proyek ini dilaksanakan bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. “KPBS sudah merupakan usaha yang kuat dan terkelola dengan baik sebelum keterlibatan kami,” kata Simrin Singh, Direktur ILO untuk Indonesia dan Timor Leste. “Alat yang kami sediakan telah memicu perbaikan lebih lanjut dan meningkatkan kesejahteraan.”Melalui sistem ERP, yang diperkenalkan ILO dalam proyek yang didanai Pemerintah Swiss, petani kini dapat memantau pendapatan dan pengeluaran mereka, termasuk biaya pakan ternak yang disediakan koperasi. Mereka juga memiliki akses 24/7 ke dokter hewan koperasi, yang dapat menjangkau peternakan dalam 30 menit. Aplikasi ini mencatat data kesehatan hewan secara individual, termasuk jadwal vaksinasi, sehingga titik pengumpulan susu dapat memisahkan susu dari sapi yang baru divaksin. Jika dicampur dengan susu biasa, kualitas susu hari itu bisa menurun—dan memengaruhi harga jual. Volume yang lebih tinggi, harga yang lebih baik“Perbaikan praktis seperti ini tidak hanya berkontribusi pada peningkatan volume, tetapi juga pada harga jual per liter yang lebih baik,” ujar Pak Gunawan.Dampak paling signifikan, bagaimanapun, adalah peningkatan akses terhadap pembiayaan. Koperasi telah mengoperasikan bank sendiri sejak 1993 untuk memberikan kredit kepada petani. Dengan sistem ERP, pengajuan pinjaman menjadi lebih sederhana dan mudah diakses, jelas Simrin. Bank kini dapat melihat data keuangan petani—pendapatan, likuiditas, dan utang yang belum lunas—langsung melalui sistem, yang menghasilkan tingkat persetujuan aplikasi yang lebih tinggi.Jumlah pengajuan juga meningkat. Dengan alat ERP terintegrasi, petani tidak lagi perlu bepergian dan antre untuk mengisi formulir; mereka dapat mengajukan langsung melalui aplikasi, di mana riwayat keuangan mereka sudah tercatat dan tersedia bagi tim pemberi pinjaman. “Ini mungkin terdengar seperti masalah kenyamanan, tapi sebenarnya lebih dari itu,” kata petani susu, Encih Mintarsih. “Petani tidak bisa meninggalkan ternaknya setengah hari, apalagi berkali-kali, hanya untuk mengajukan permohonan yang mungkin saja tidak disetujui.“Sekarang kami bisa mengajukan secara online dan memanfaatkan waktu kami secara produktif. Itu membuat kami jauh lebih mungkin untuk mengakses pembiayaan,” tambahnya. Menuju ketahanan panganProgram seperti ini memiliki relevansi nasional yang lebih luas: memperkuat produksi pangan domestik dan kemandirian menjadi prioritas utama Pemerintah Indonesia. Saat ini, negara ini mengimpor sekitar 80% produk susu. Meningkatkan produktivitas dan daya saing produsen susu lokal berkontribusi langsung pada tujuan kemandirian nasional.Hal ini juga menjadi model bagi pertumbuhan ekonomi pedesaan yang inklusif.“Di negara berpenghasilan menengah atas seperti Indonesia, transformasi digital ekonomi dan peningkatan akses keuangan sangat penting untuk maju menuju status berpenghasilan tinggi,” kata Gita Sabharwal, Kepala Perwakilan PBB di Indonesia. “Untuk alasan ini, melalui konsultasi erat dengan Pemerintah, digitalisasi dan akses keuangan menjadi prioritas utama kerangka kerja kerja sama baru antara PBB dan Indonesia.”Kerangka Kerja Kerja Sama Pembangunan Berkelanjutan PBB (UNSDCF), yang ditandatangani pada Agustus 2025 dan selaras dengan SDGs serta agenda pembangunan nasional Indonesia, menjelaskan bagaimana PBB akan berkontribusi pada tiga hasil transformasional di negara ini, termasuk Transformasi Ekonomi dan Digital.“Program luar biasa oleh ILO ini menunjukkan bagaimana PBB dapat melengkapi upaya Pemerintah untuk mempercepat pembangunan inklusif menggunakan teknologi modern,” kata Gita.Proyek ini berkontribusi langsung pada Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan OJK, memperkuat model ekosistem keuangan inklusif, dan mendukung upaya Komite Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan. Proyek ini juga sejalan dengan prioritas nasional untuk mendigitalisasi usaha kecil dan menengah (UKM) serta meningkatkan produktivitas melalui alat digital.“Di Indonesia, 90% lapangan kerja diciptakan oleh UKM—jadi meningkatkan daya saing mereka sangat penting untuk memastikan pekerjaan layak,” kata Simrin. Pendekatan ini diharapkan dapat diterapkan lebih luas di seluruh negeri.Apa saran Aun bagi koperasi lain dan pembuat kebijakan? “Tunjukkan manfaat yang jelas dan nyata kepada petani, dan mereka akan cepat mengadopsi teknologi digital,” katanya. “Istilah-istilah seperti ‘digitalisasi’ dan ‘inklusi keuangan’ harus diterjemahkan menjadi realitas sehari-hari mereka—seperti yang telah kami lakukan di sini dengan dukungan ILO dan PBB.”Artikel ini pertama dipublikasikan di situs UN News https://news.un.org/en/story/2025/11/1166425, 23 November 2025
1 of 5
Cerita
14 Oktober 2025
Kemitraan Berbasis Data: Bagaimana PBB mendukung BPS mengubah data menjadi aksi nyata untuk pembangunan Indonesia
Pemerintah Indonesia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memiliki tujuan yang sama: memastikan setiap keputusan pembangunan benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat yang paling membutuhkan. Kesepakatan baru antara Pemerintah Indonesia dan PBB yang disebut Kerangka Kerjasama Pembangunan Berkelanjutan PBB (UNSDCF) 2026-2030 dan telah ditandatangani awal tahun ini, dibangun di atas visi bersama tersebut yang berakar pada rencana pembangunan jangka panjang dan menengah nasional Indonesia—memastikan agar prioritas nasional dan program PBB didasarkan pada bukti yang kuat dan data yang andal.Di sinilah peran Badan Pusat Statistik (BPS) menjadi sangat penting. Sebagai lembaga statistik nasional sekaligus salah satu mitra terdekat PBB, BPS berperan memastikan tersedianya data berkualitas tinggi untuk mengukur kemajuan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Data tersebut kemudian menjadi dasar bagi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sosial ekonomi di tingkat nasional maupun daerah.“Kemitraan mendalam kami dengan BPS memastikan setiap keputusan pembangunan didasarkan pada data yang rinci, akurat, dan terkini,” ujar Gita Sabharwal, Kepala Perwakilan PBB di Indonesia. “Kerangka hasil kami sepenuhnya selaras dengan data pemerintah. Ini mencerminkan fondasi statistik Indonesia yang kuat.”Kolaborasi antara PBB dan BPS mencakup berbagai bidang, mulai dari dinamika kependudukan, ketahanan pangan, big data, migrasi, pasar tenaga kerja, hingga penggunaan kecerdasan buatan (AI) untuk analisis kebijakan. Berikut beberapa contoh bagaimana kolaborasi ini memberi dampak nyata:Dana Kependudukan PBB (UNFPA) bekerja sama dengan BPS dalam analisis kependudukan dan demografi, termasuk sensus penduduk dan National Transfer Accounts, yang membantu pembuat kebijakan dalam merencanakan dukungan fiskal dan perlindungan sosial bagi populasi lansia.Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) bermitra dengan BPS dalam pelaksanaan program survei pertanian nasional serta uji coba pemantauan tanaman padi melalui citra satelit dan analisis canggih—meningkatkan kualitas data produktivitas pertanian.Dana Anak-anak PBB (UNICEF) bekerja dengan BPS dalam pengembangan Early Childhood Development Index (ECDI) menggunakan data SUSENAS, sekaligus mengembangkan kajian kemiskinan anak yang diperkuat dengan observasi cahaya malam (nightlight observation) untuk menangkap dimensi kemiskinan yang sering luput dari pandangan.Program Pangan Dunia (WFP), UNFPA dan UNICEF bersama-sama mendukung BPS dalam penerapan metode small-area estimation untuk menghasilkan indikator SDGs di tingkat daerah, membantu pemerintah lokal dalam menyusun rencana pembangunan berbasis data. (Untuk jelasnya, baca artikel ini).Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) dan UNFPA berkolaborasi melalui inisiatif One Data for International Migration untuk mengintegrasikan statistik migrasi ke dalam ekosistem data nasional.ILO and Laboratorium Inovasi PBB/UN Global Pulse Asia Pacific juga sedang memfinalisasi kerja sama baru dengan BPS untuk memanfaatkan big data dalam memperoleh wawasan hampir waktu nyata mengenai tingkat pekerjaan dan kesejahteraan, di samping dukungan ILO terhadap survei pasar tenaga kerja (SAKERNAS).Melampaui batas nasional, BPS juga berperan sebagai UN Regional Big Data Hub for Asia and the Pacific bekerja sama dengan UNDESA dan UNESCAP. Peran ini menempatkan Indonesia sebagai penggerak utama inovasi data dan pengembangan kapasitas bagi para ahli statistik di kawasan. Tahun ini, tiga kegiatan besar peningkatan kapasitas terkait machine learning, data posisi seluler, dan keanekaragaman hayati telah mempertemukan para ahli statistik dari berbagai negara Asia untuk saling berbagi pengetahuan dan memperkuat keahlian."Dengan lebih dari 20.000 ahli statistik di seluruh Indonesia dan lebih dari 200 survei nasional yang dilakukan setiap tahun, BPS terus mempertahankan reputasi keunggulannya, bekerja bahu-membahu dengan PBB dan mitra pemerintah untuk memastikan bahwa data benar-benar bermanfaat bagi masyarakat,” ujar Amalia Adininggar Widyasanti, Kepala BPS.
1 of 5
Cerita
10 Oktober 2025
Bagaimana Metode Statistik Canggih Mendukung Pembangunan yang Berbasis Data di Indonesia
Menavigasi pembangunan di negara sebesar dan seberagam Indonesia bisa terasa seperti membaca peta dengan banyak detail yang hilang. Bayangkan mencoba merencanakan perjalanan melintasi ribuan pulau dengan peta seperti itu — inilah tantangan yang sering dihadapi para pembuat kebijakan ketika mencoba mengatasi isu seperti kematian ibu dan bayi baru lahir, kemiskinan, malnutrisi, dan ketimpangan pendidikan di tingkat lokal.Ketika kita mengukur kemajuan makroekonomi, fokusnya sering pada gambaran besar: statistik nasional dan tren di tingkat negara. Tapi di negara kepulauan dengan 17.000 pulau dan ribuan kabupaten serta kota, bagaimana memastikan setiap komunitas terhitung, dan tak ada yang tertinggal? Ketika data terperinci dari survei dan statistik administratif belum sepenuhnya tersedia, sebuah metode statistik canggih dapat membantu menutup kesenjangan data penting tersebut — yaitu Small Area Estimation (SAE).Di Indonesia, dengan dukungan PBB, metode ini membantu para ahli statistik dan pembuat kebijakan mengubah data yang tersebar menjadi wawasan yang dapat ditindaklanjuti — mendukung perumusan kebijakan yang lebih efektif, perencanaan anggaran yang lebih tepat sasaran, dan pelaksanaan program yang lebih baik. Badan Pusat Statistik (BPS) kini semakin banyak menggunakan metode ini, memperkuat ekosistem data nasional dan memastikan upaya pembangunan menjangkau masyarakat yang paling tertinggal.UNFPA, UNICEF, WFP, dan Kantor Koordinator Residen PBB (RCO) berperan penting dalam mendukung pengembangan Kerangka Implementasi Small Area Estimation di BPS. Dikembangkan antara Oktober 2024 dan Juni 2025, kerangka ini menstandarkan proses estimasi antar lembaga, memastikan hasil yang konsisten dan dapat diandalkan. Dengan dukungan Joint SDG Fund, inisiatif ini juga memperkuat kapasitas pejabat pemerintah untuk menggunakan metode SAE secara efektif dan berdampak dalam pengambilan keputusan.“Dengan Small Area Estimation, kita tidak sekadar mengolah angka; kita memberdayakan para pemimpin lokal dengan informasi yang tepat untuk mengubah kehidupan masyarakat, memastikan setiap sudut Indonesia — dari kota besar hingga desa terpencil — benar-benar merasakan manfaat pembangunan,” ujar Gita Sabharwal, Kepala Perwakilan PBB di Indonesia. Mengisi Kesenjangan Data dengan Detail Lebih TajamSurvei tradisional umumnya kuat untuk estimasi di tingkat nasional atau provinsi, namun sering kali kurang detail untuk intervensi di tingkat kabupaten atau kota. Di sinilah SAE berperan — ibarat lensa beresolusi tinggi yang menampilkan realitas lokal secara lebih jelas. Metode ini menggabungkan data survei dengan sumber lain, seperti sensus atau data administratif, untuk menghasilkan estimasi yang lebih andal di wilayah geografis kecil. Hasilnya, kebijakan dapat dirancang lebih terarah dan sesuai dengan kebutuhan spesifik tiap daerah.“Indonesia dengan keberagamannya yang luar biasa membutuhkan intervensi kebijakan yang juga beragam dan kontekstual. Dengan data yang lebih rinci, kita dapat menganalisis dengan lebih mendalam di tingkat lokal, memungkinkan kebijakan berbasis bukti yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat,” kata Amalia Adininggar Widyasanti, Kepala BPS. “Pendekatan ini juga membantu mengidentifikasi kelompok dan wilayah rentan dengan kebutuhan yang lebih tinggi, sehingga intervensi pembangunan bisa lebih tepat sasaran.” Dari Data ke TindakanInformasi yang dihasilkan melalui SAE kini menjadi dasar pengambilan kebijakan di tingkat nasional dan daerah, sekaligus memperkuat pemantauan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di Indonesia.Sebagai contoh, dengan dukungan UNFPA, Indonesia menggunakan kerangka ini untuk memperkirakan indikator demografis penting di tingkat subnasional — seperti angka kematian neonatal dan maternal, tingkat penggunaan kontrasepsi, kebutuhan keluarga berencana yang belum terpenuhi, serta tingkat fertilitas berdasarkan usia (10–14 tahun). Data ini memungkinkan pemerintah merancang intervensi yang lebih tepat sasaran.Temuan menunjukkan angka kematian ibu masih tinggi di wilayah timur Indonesia, terutama di Papua dan Nusa Tenggara Timur. Bukti ini menjadi dasar penyusunan strategi untuk menurunkan angka kematian ibu dengan solusi inovatif yang sesuai konteks lokal. Pendekatan berbasis bukti ini memastikan sumber daya dialokasikan di tempat yang paling membutuhkan, memaksimalkan hasil dan menciptakan dampak berkelanjutan. “Ini bukan sekadar angka,” kata Hassan Mohtashami, Perwakilan UNFPA di Indonesia. “Angka-angka ini adalah indikator hidup dan mati. Ketika kita tahu di mana kematian ibu atau bayi baru lahir paling sering terjadi, kita bisa bekerja sama dengan pemerintah untuk memprioritaskan intervensi yang tepat, di tempat yang tepat.”Dengan dukungan UNICEF, BPS menggunakan SAE untuk memetakan kemiskinan anak di beberapa provinsi. Dengan menggabungkan big data, citra satelit, dan data dari Susenas, Sensus Penduduk 2020, serta Potensi Desa, tim BPS menghasilkan gambaran yang jauh lebih tajam dibanding metode estimasi langsung. Pemahaman ini menjadi kunci dalam merancang program pengentasan kemiskinan yang benar-benar menyasar komunitas paling terdampak.Sementara itu, WFP mendukung Badan Pangan Nasional dalam menerapkan SAE untuk mempublikasikan Food Security and Vulnerability Atlas tahunan — peta ketahanan pangan hingga tingkat kecamatan. Melalui peta ini, kebijakan ketahanan pangan diarahkan ke wilayah-wilayah yang paling rentan, seperti desa-desa di Kalimantan Barat yang masih menghadapi masalah gizi kronis. Sinergi yang Menghasilkan Dampak“Dukungan dari PBB adalah bukti nyata pentingnya kolaborasi lintas lembaga dan kemitraan internasional dalam mendorong inovasi serta memperkuat tata kelola statistik di Indonesia,” ujar Amalia Widyasanti.Di bawah kepemimpinan Kantor Koordinator Residen PBB, UNFPA, UNICEF, dan WFP bekerja bersama membangun kapasitas, tidak hanya di tingkat nasional tetapi juga di cabang-cabang BPS di seluruh Indonesia. Estimasi yang dihasilkan kini secara rutin digunakan dalam proses perumusan kebijakan di berbagai kementerian. Menyempurnakan PendekatanMeski memiliki potensi besar, penerapan metode SAE juga menghadapi tantangan. Keberhasilannya bergantung pada kualitas data, keahlian teknis, dan dukungan kelembagaan yang luas. Kompleksitas statistiknya juga menuntut transparansi dan proses validasi yang ketat agar hasilnya konsisten dan dapat direplikasi — menjadikan kerangka kerja yang kuat dan terstandar sebagai hal yang sangat penting.“Dengan terus menyempurnakan kerangka kerja, meningkatkan kualitas data, dan memperkuat kolaborasi antara pemangku kepentingan nasional dan daerah, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk membangun fondasi pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan berbasis data,” tutur Gita Sabharwal. Artikel ini pertama kali diterbitkan di situs UN DCO: https://un-dco.org/stories/how-advanced-statistical-method-helps-power-data-driven-development-indonesia — 9 Oktober 2025
1 of 5
Cerita
07 Oktober 2025
Modul Pembelajaran Daring Antikorupsi Kini Tersedia bagi Orang dengan Disabilitas
Bandung, Indonesia - Pada 18 September 2025, suasana di Bandung Independent Living Center (BILiC) dipenuhi dengan suara pembaca layar serta fokus para peserta yang tengah mengoperasikan laptop mereka. Sembilan orang dengan disabilitas hadir secara langsung, dengan tiga lainnya bergabung secara daring dari Jakarta, untuk bersama-sama menguji situs Akademi Antikorupsi yang kini hadir dengan desain baru yang lebih inklusif. Inisiatif ini dikembangkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) dengan dukungan dari United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) dan Pemerintah Norwegia, yang menandai langkah penting menuju pendidikan antikorupsi yang inklusif dan dapat diakses oleh semua orang.“Inisiatif ini mencerminkan prinsip PBB: Leave No One Behind,” ujar Putri Rahayu Wijayanti, National Programme Coordinator UNODC. “Dari hasil diskusi kami dengan orang dengan disabilitas, kami menyadari bahwa pendidikan antikorupsi juga harus memenuhi kebutuhan mereka secara spesifik. Setiap disabilitas membutuhkan dukungan yang berbeda, dan proyek ini bertujuan untuk memastikan bahwa kebutuhan itu dapat terpenuhi.” Akademi Antikorupsi sendiri pertama kali diperkenalkan oleh ICW pada tahun 2018, dengan tujuan membawa semangat pemberantasan korupsi lebih dekat kepada masyarakat. Melalui modul pembelajaran daringnya, platform ini menjelaskan bagaimana korupsi terjadi dalam kehidupan sehari-hari — mulai dari penyalahgunaan dana publik hingga konflik kepentingan — serta membimbing pengguna untuk mengenali penyimpangan, menuntut akuntabilitas, dan melaporkan pelanggaran melalui mekanisme hukum yang ada. Pembelajaran disusun dalam berbagai tingkatan, mulai dari pelajaran dasar tentang integritas dan transparansi hingga tema yang lebih kompleks seperti oligarki, korupsi terkait iklim, dan dampak korupsi terhadap gender. Dengan menjangkau pelajar, aktivis, pegawai negeri, dan kelompok masyarakat, platform ini telah berkembang menjadi pusat pendidikan sipil dengan lebih dari 40.000 pengguna di seluruh Indonesia.Namun, seiring pertumbuhan platform tersebut, muncul kesadaran bahwa tidak semua orang dapat merasakan manfaatnya secara setara. Masukan dari orang dengan disabilitas mengungkapkan adanya hambatan — mulai dari navigasi yang tidak ramah pengguna hingga tidak tersedianya teks alternatif dan subtitle.“Kami belajar banyak dengan bekerja langsung bersama teman-teman dengan disabilitas,” ujar Nisa Rizkiah Zonzoa, Programme Manager untuk Edukasi Publik di ICW. “Pendidikan, termasuk pembelajaran daring, tidak boleh meninggalkan siapa pun. Inklusivitas bukan hanya soal menambah fitur seperti pembaca layar atau subtitle, tetapi juga tentang bagaimana kita berkomunikasi, merancang konten, dan membuat orang merasa bahwa gerakan ini terbuka untuk semua.”Platform yang telah diperbarui ini kini memenuhi standar Web Content Accessibility Guidelines (WCAG 2.1) dan dilengkapi fitur seperti kompatibilitas pembaca layar, navigasi yang lebih sederhana, serta materi pembelajaran yang lebih inklusif. Pembaruan ini langsung dirasakan oleh para peserta uji coba. “Dari halaman utama sampai mengunduh sertifikat, semuanya sudah tidak ada hambatan” ujar Popon Siti Latipah, seorang dengan disabilitas sensorik netra. “Dulu banyak hambatan, seperti CAPTCHA saat pendaftaran. Sekarang sudah tidak ada. Saya bahkan belajar konsep-konsep baru seperti state capture dan oligarki, sehingga menumbuhkan rasa ingin tahu dan memberi kami pengetahuan untuk melindungi diri. Jadi kami tidak lagi dilihat sebagai objek target korupsi, tetapi sebagai orang-orang yang mampu memberantasnya.”Bagi peserta lain, perbaikan teknis ini juga sangat berarti.“Dengan pembaca layar, saya bisa menavigasi tombol dan tautan dengan mudah,” kata Tri Nur Subhi. “Platform ini membantu kami memahami apa itu korupsi, bagaimana korupsi terjadi, dan langkah kecil apa yang bisa kami lakukan untuk mencegahnya. Platform ini bisa digunakan oleh komunitas disabilitas, pelajar, maupun masyarakat umum, sehingga benar-benar inklusif.”Bagi pihak BILiC, kegiatan ini bukan sekadar uji coba — tetapi juga terkait prinsip. “Ketika bicara tentang aksesibilitas, orang dengan disabilitas harus dilibatkan langsung,” tegas Zulhamka Julianto Kadir, Direktur BILiC. “Nothing about us without us. Platform digital harus mengikuti desain universal agar tidak ada yang tertinggal — baik di ruang fisik, pendidikan daring, maupun di ruang publik mana pun.”Kedutaan Besar Norwegia, yang turut mendukung proyek ini, menekankan bahwa korupsi memiliki dampak yang sangat merugikan — dan sering kali tidak terlihat — bagi orang dengan disabilitas. Penyalahgunaan dana dan pungutan liar dalam pengurusan sertifikat adalah beberapa contoh “korupsi diskriminatif” yang membuat orang dengan disabilitas semakin rentan dan sulit memperoleh keadilan.“Orang dengan disabilitas harus ada di tengah-tengah dari strategi antikorupsi — bukan hanya sebagai penerima manfaat, tetapi juga sebagai pemimpin dan pembawa perubahan,” ujar Truls Desband, representatif dari Kedutaan Besar Norwegia untuk Indonesia.Di akhir kegiatan, para peserta menyampaikan harapan bahwa Akademi Antikorupsi dapat menjadi model pembelajaran digital yang inklusif, baik di Indonesia maupun di tingkat global. “Pendidikan antikorupsi memberdayakan masyarakat untuk dapat memahami haknya, serta dapat melaporkan dan mencegah korupsi,” ujar Putri dari UNODC. “Harapan kami, orang dengan disabilitas akan semakin berdaya untuk ikut berkontribusi dalam perjuangan ini. Karena ketika semua orang memiliki akses yang setara terhadap pengetahuan, maka masyarakat secara keseluruhan akan lebih kuat dalam melawan korupsi.”
1 of 5
Siaran Pers
02 Desember 2025
Pernyataan yang dapat dikutip dari Juru Bicara Sekretaris Jenderal – tentang banjir di Asia
Sekretaris Jenderal sangat berduka atas banyaknya korban jiwa akibat banjir bandang dan tanah longsor di Sri Lanka, Indonesia, Thailand, dan Malaysia. Lebih dari 1.000 orang dilaporkan meninggal, banyak yang masih hilang, dan jutaan orang terdampak sementara hujan deras terus merendam wilayah yang luas.Sekretaris Jenderal menyampaikan belasungkawa yang mendalam kepada keluarga para korban dan menyatakan solidaritasnya kepada semua yang terdampak oleh bencana banjir yang sangat menghancurkan ini.Perserikatan Bangsa-Bangsa terus berkoordinasi dengan otoritas di keempat negara tersebut dan siap mendukung upaya bantuan dan respons. Tim PBB di masing-masing negara siap memberikan dukungan sesuai kebutuhan Pemerintah.Stéphane Dujarric, Juru Bicara Sekretaris Jenderal
New York, 2 Desember 2025
New York, 2 Desember 2025
1 of 5
Siaran Pers
25 Oktober 2025
Dari Borobudur hingga Monas, Indonesia Menyala dengan Warna Biru untuk Memperingati 80 Tahun Perserikatan Bangsa-Bangsa
Dalam rangka memperingati 80 tahun berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sekaligus Hari PBB, Indonesia turut serta dalam kampanye global #UNBlue dengan menyinari tiga landmark ikoniknya dalam warna biru resmi PBB. Monumen Nasional (Monas) dan Bundaran HI di Jakarta Pusat, serta Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, disinari dengan cahaya biru pada 24 Oktober — tepat 80 tahun sejak Piagam PBB mulai berlaku. Warna biru yang menjadi ciri bendera PBB melambangkan perdamaian, persatuan, dan harapan.Diluncurkan pertama kali pada tahun 2015 untuk memperingati ulang tahun PBB ke-70, kampanye UN Blue telah berkembang menjadi tradisi global yang menyatukan negara, kota, dan komunitas di seluruh dunia untuk merayakan nilai-nilai serta pencapaian bersama PBB. Dari Roma hingga Rio, dari Nairobi hingga New York, ratusan landmark dunia — termasuk Piramida Giza, Menara Eiffel, dan Gedung Opera Sydney — telah disinari dengan cahaya biru PBB setiap tahunnya. “Dengan bergabung dalam kampanye #UNBlue, Indonesia menegaskan kembali komitmennya terhadap multilateralisme dan kerja sama internasional,” ujar Miklos Gaspar, Direktur Pusat Informasi PBB (UNIC) di Jakarta. “Dengan ikut menyinari landmark ikoniknya dalam warna biru PBB, Indonesia menunjukkan kebanggaannya terhadap warisan budayanya, sekaligus perannya sebagai bangsa yang menjunjung tinggi perdamaian serta persatuan dalam keberagaman.”Yang menjadi cukup spesial pada perayaan tahun ini adalah penyinaran Candi Borobudur, yang merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO dan monumen Buddha terbesar di dunia. Dibangun pada masa Dinasti Syailendra pada abad ke-8 dan ke-9, Borobudur berdiri sebagai mahakarya peradaban Jawa kuno yang mencerminkan kreativitas, kecerdasan, serta refleksi spiritual manusia. Keterlibatannya kembali dalam kampanye UN Blue tahun ini memiliki makna khusus, mengingat Borobudur berpartisipasi dalam inisiatif global ini terakhir kali pada peringatan 70 tahun PBB di tahun 2015.Pada perayaan ini, masyarakat diajak turut merayakan momen spesial ini dengan mengunjungi landmark yang diterangi cahaya biru, mengambil foto dan video, serta membagikannya di media sosial. Kampanye ini mengundang semua orang untuk ikut berpartisipasi dalam ekspresi kebersamaan, sekaligus menunjukkan dukungan mereka terhadap nilai-nilai yang selama ini diusung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
1 of 5
Siaran Pers
24 Oktober 2025
Indonesia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa Memperingati 75 Tahun Kemitraan: Menjaga Dunia, Menenun Harmoni, Peran Indonesia dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian
Jakarta, 24 Oktober 2025Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia bersama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia hari ini bersama-sama memperingati 75 tahun keanggotaan Indonesia di PBB dan 80 tahun berdirinya PBB, sebagai bentuk penghargaan atas peran Indonesia yang berkelanjutan dalam memajukan perdamaian, multilateralisme, dan kerja sama internasional.Acara yang diselenggarakan di Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta ini mengusung tema “Menjaga Dunia, Menenun Harmoni: Peran Indonesia dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian”. Acara dihadiri oleh lebih dari 300 peserta yang terdiri dari perwakilan Pemerintah, Badan PBB, Korps Diplomatik, akademisi, perwakilan pemuda, lembaga penelitian, media, serta masyarakat umum, untuk merayakan kemitraan jangka panjang Indonesia dengan PBB.Dalam sambutannya, Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kemlu RI, Tri Tharyat, menegaskan kembali komitmen kuat Indonesia untuk mendukung stabilitas global dan memperkuat multilateralisme, antara lain, melalui partisipasi aktif dalam misi pemeliharaan perdamaian PBB.“Sebagai kontributor kelima terbesar pasukan penjaga perdamaian PBB di dunia, Indonesia bertekad memainkan peran yang lebih aktif, dalam menciptakan dunia yang damai, adil, dan berkelanjutan,” ujar Tri Tharyat.Beliau menambahkan bahwa kontribusi Indonesia dalam pemeliharaan perdamaian sangat esensial bagi prioritas kebijakan luar negeri Indonesia. Memperingati Sejarah Bersama: 75 Tahun Kemitraan Untuk menandai tonggak bersejarah ini, dilakukan pula peluncuran perangko dan token peringatan merayakan 75 tahun kerja sama antara Indonesia dan PBB – dimana peluncuran perangko adalah inisiatif dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bekerja sama dengan PT Pos Indonesia.
Perangko tersebut menggambarkan pidato Presiden Sukarno di Jakarta pada tahun 1949, Pada hari bersejarah itu, Presiden Sukarno menyatakan bahwa Indonesia akan hidup bersahabat dengan seluruh negara di dunia. Setahun kemudian, pada 28 September 1950, Indonesia resmi menjadi anggota PBB, menandai awal perjalanan sebagai anggota aktif dan dihormati dalam komunitas global.Dengan desain avant-garde dan warna-warna dinamis, perangko ini mencerminkan semangat generasi muda Indonesia yang antusias berpartisipasi dalam kerja sama dan persahabatan global.
Perangko peringatan ini akan didistribusikan melalui kantor Pos Indonesia di seluruh nusantara.Token khusus yang dicetak dari campuran tembaga dan seng lokal juga diluncurkan, sebagai simbol nyata dari perjalanan bersama Indonesia dan PBB selama tujuh dekade terakhir.“Perangko dan token ini menceritakan kisah tentang peran penting Indonesia dalam menjaga perdamaian dan menjalankan diplomasi,” tegas Tri Tharyat.“Selama 75 tahun, Indonesia telah berdiri sejajar dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa — dari misi penjaga perdamaian hingga upaya kemanusiaan global — untuk menenun harmoni dunia.”Dalam sambutannya, Gita Sabharwal, Koordinator Residen PBB di Indonesia, menyoroti kemitraan yang kuat dan kepemimpinan Indonesia dalam mempromosikan perdamaian dan pembangunan global.“Dari Konferensi Asia-Afrika di Bandung tahun 1955, kontribusi pertama Indonesia dalam misi penjaga perdamaian pada tahun 1957 di bawah UN Emergency Force di Sinai, hingga peran penting Indonesia dalam merumuskan Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan dan Pact for the Future — kemitraan Indonesia dan PBB mencerminkan keyakinan mendalam terhadap multilateralisme sebagai kekuatan untuk kebaikan dan alat utama untuk melayani umat manusia dan planet ini.”Ia menambahkan bahwa kerja sama Indonesia dan PBB kini semakin diperkuat melalui Kerangka Kerja Sama Pembangunan Indonesia–PBB (2026 – 2030) yang baru ditandatangani, yang menyelaraskan dukungan PBB dengan prioritas nasional Indonesia dalam pembangunan manusia, aksi iklim, serta transformasi digital dan ekonomi.Perangko peringatan ini akan mulai tersedia untuk publik pada 15 Desember 2025, dan akan berfungsi sebagai perangko resmi untuk penggunaan universal. Selain fungsinya yang praktis, perangko ini juga memiliki nilai koleksi tinggi, menjadi benda berharga bagi para filatelis dan penggemar sejarah diplomasi Indonesia. Misi Pemeliharaan Perdamaian IndonesiaSebagai bagian dari peringatan ini, juga diselenggarakan talk show bertajuk “Peran Indonesia dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB & Peran Pemuda dalam Perdamaian Global”, menghadirkan pembicara dari Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian Indonesia (PMPP TNI), Kementerian Luar Negeri RI, badan PBB, akademisi, dan perwakilan pemuda.Hingga tahun 2025, Indonesia menempati peringkat kelima dunia sebagai negara penyumbang pasukan penjaga perdamaian (Troop Contributing Country/TCC) dengan lebih dari 2.700 personel yang bertugas di berbagai misi PBB, antara lain di MONUSCO (Republik Demokratik Kongo), UNIFIL (Lebanon), MINUSCA (Republik Afrika Tengah), UNMISS (Sudan Selatan), dan MINURSO (Sahara Barat), dan misi-misi perdamaian lainnya.Indonesia menerapkan pendekatan komprehensif dalam misi penjaga perdamaian, yang tidak hanya berfokus pada aspek keamanan, tetapi juga pembangunan masyarakat pascakonflik, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan sipil — mulai dari pembangunan infrastruktur dan fasilitas publik hingga layanan kesehatan, pendidikan, dan kegiatan sosial yang mempererat hubungan antara pasukan penjaga perdamaian dan komunitas lokal.“Para penjaga perdamaian kita mewakili komitmen Indonesia terhadap kemanusiaan,” ujar Mayor Jenderal Taufik Budi Santoso, Komandan PMPP TNI. “Dari Lebanon hingga Kongo, mereka membawa bukan hanya bendera merah putih, tetapi juga nilai-nilai perdamaian, kasih sayang, dan solidaritas.”Peringatan tahun ini juga menjadi bagian dari rangkaian perayaan global UN@80, menandai delapan dekade kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam memajukan perdamaian, hak asasi manusia, dan pembangunan berkelanjutan.Seperti yang disampaikan Sekretaris Jenderal António Guterres, “Dunia membutuhkan legitimasi unik kita, kemampuan kita untuk menyatukan negara-negara, menjembatani perbedaan, dan menghadapi tantangan bersama.”Acara ini ditutup dengan pembukaan pameran “UN@80: Shared Lives, Shared Future”. Pameran global ini menampilkan lebih dari 200 kisah dari 193 negara, yang menunjukkan bagaimana PBB hadir dalam kehidupan sehari-hari masyarakat — mulai dari perdamaian dan keamanan hingga hak asasi manusia dan pembangunan berkelanjutan. Dua puluh empat di antaranya dipamerkan di Markas Besar PBB di New York, sementara lainnya ditampilkan di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Perangko tersebut menggambarkan pidato Presiden Sukarno di Jakarta pada tahun 1949, Pada hari bersejarah itu, Presiden Sukarno menyatakan bahwa Indonesia akan hidup bersahabat dengan seluruh negara di dunia. Setahun kemudian, pada 28 September 1950, Indonesia resmi menjadi anggota PBB, menandai awal perjalanan sebagai anggota aktif dan dihormati dalam komunitas global.Dengan desain avant-garde dan warna-warna dinamis, perangko ini mencerminkan semangat generasi muda Indonesia yang antusias berpartisipasi dalam kerja sama dan persahabatan global.
Perangko peringatan ini akan didistribusikan melalui kantor Pos Indonesia di seluruh nusantara.Token khusus yang dicetak dari campuran tembaga dan seng lokal juga diluncurkan, sebagai simbol nyata dari perjalanan bersama Indonesia dan PBB selama tujuh dekade terakhir.“Perangko dan token ini menceritakan kisah tentang peran penting Indonesia dalam menjaga perdamaian dan menjalankan diplomasi,” tegas Tri Tharyat.“Selama 75 tahun, Indonesia telah berdiri sejajar dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa — dari misi penjaga perdamaian hingga upaya kemanusiaan global — untuk menenun harmoni dunia.”Dalam sambutannya, Gita Sabharwal, Koordinator Residen PBB di Indonesia, menyoroti kemitraan yang kuat dan kepemimpinan Indonesia dalam mempromosikan perdamaian dan pembangunan global.“Dari Konferensi Asia-Afrika di Bandung tahun 1955, kontribusi pertama Indonesia dalam misi penjaga perdamaian pada tahun 1957 di bawah UN Emergency Force di Sinai, hingga peran penting Indonesia dalam merumuskan Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan dan Pact for the Future — kemitraan Indonesia dan PBB mencerminkan keyakinan mendalam terhadap multilateralisme sebagai kekuatan untuk kebaikan dan alat utama untuk melayani umat manusia dan planet ini.”Ia menambahkan bahwa kerja sama Indonesia dan PBB kini semakin diperkuat melalui Kerangka Kerja Sama Pembangunan Indonesia–PBB (2026 – 2030) yang baru ditandatangani, yang menyelaraskan dukungan PBB dengan prioritas nasional Indonesia dalam pembangunan manusia, aksi iklim, serta transformasi digital dan ekonomi.Perangko peringatan ini akan mulai tersedia untuk publik pada 15 Desember 2025, dan akan berfungsi sebagai perangko resmi untuk penggunaan universal. Selain fungsinya yang praktis, perangko ini juga memiliki nilai koleksi tinggi, menjadi benda berharga bagi para filatelis dan penggemar sejarah diplomasi Indonesia. Misi Pemeliharaan Perdamaian IndonesiaSebagai bagian dari peringatan ini, juga diselenggarakan talk show bertajuk “Peran Indonesia dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB & Peran Pemuda dalam Perdamaian Global”, menghadirkan pembicara dari Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian Indonesia (PMPP TNI), Kementerian Luar Negeri RI, badan PBB, akademisi, dan perwakilan pemuda.Hingga tahun 2025, Indonesia menempati peringkat kelima dunia sebagai negara penyumbang pasukan penjaga perdamaian (Troop Contributing Country/TCC) dengan lebih dari 2.700 personel yang bertugas di berbagai misi PBB, antara lain di MONUSCO (Republik Demokratik Kongo), UNIFIL (Lebanon), MINUSCA (Republik Afrika Tengah), UNMISS (Sudan Selatan), dan MINURSO (Sahara Barat), dan misi-misi perdamaian lainnya.Indonesia menerapkan pendekatan komprehensif dalam misi penjaga perdamaian, yang tidak hanya berfokus pada aspek keamanan, tetapi juga pembangunan masyarakat pascakonflik, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan sipil — mulai dari pembangunan infrastruktur dan fasilitas publik hingga layanan kesehatan, pendidikan, dan kegiatan sosial yang mempererat hubungan antara pasukan penjaga perdamaian dan komunitas lokal.“Para penjaga perdamaian kita mewakili komitmen Indonesia terhadap kemanusiaan,” ujar Mayor Jenderal Taufik Budi Santoso, Komandan PMPP TNI. “Dari Lebanon hingga Kongo, mereka membawa bukan hanya bendera merah putih, tetapi juga nilai-nilai perdamaian, kasih sayang, dan solidaritas.”Peringatan tahun ini juga menjadi bagian dari rangkaian perayaan global UN@80, menandai delapan dekade kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam memajukan perdamaian, hak asasi manusia, dan pembangunan berkelanjutan.Seperti yang disampaikan Sekretaris Jenderal António Guterres, “Dunia membutuhkan legitimasi unik kita, kemampuan kita untuk menyatukan negara-negara, menjembatani perbedaan, dan menghadapi tantangan bersama.”Acara ini ditutup dengan pembukaan pameran “UN@80: Shared Lives, Shared Future”. Pameran global ini menampilkan lebih dari 200 kisah dari 193 negara, yang menunjukkan bagaimana PBB hadir dalam kehidupan sehari-hari masyarakat — mulai dari perdamaian dan keamanan hingga hak asasi manusia dan pembangunan berkelanjutan. Dua puluh empat di antaranya dipamerkan di Markas Besar PBB di New York, sementara lainnya ditampilkan di berbagai negara, termasuk Indonesia.
1 of 5
Siaran Pers
02 Oktober 2025
Bulan Lahirnya PBB : Festival Cerita Kota Rayakan Warisan Budaya dan Keberlanjutan
Indonesia Hidden Heritage Creative Hub, bekerja sama dengan United Nations Information Centre (UNIC) Jakarta, meluncurkan Festival Cerita Kota: People and the City di kantor PBB Jakarta Rabu (1/10). Festival yang berlangsung dari 27 September hingga 28 Oktober 2025 di tujuh kota Indonesia ini mengubah museum dan ruang publik menjadi ruang belajar yang hidup untuk mempromosikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) melalui warisan budaya, kreativitas, dan partisipasi anak muda.Untuk membuka festival ini, acara hari ini menyoroti SDG 12: Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab. Talkshow dan lokakarya kreatif membahas peran yang dapat dilakukan museum dalam mempromosikan keberlanjutan, termasuk konsumsi berkelanjutan. Acara ini mempertemukan suara-suara dari Kementerian Ekonomi Kreatif, Indonesian Heritage Agency (IHA), Museum Bahari Jakarta, Trash Hero Jakarta, serta Perserikatan Bangsa-Bangsa di Indonesia.
Membuka diskusi, Wakil Menteri Ekonomi Kreatif Irene Umar menekankan pentingnya keberlanjutan dalam industri budaya dan kreatif.“Sebenarnya SDGs itu ada banyak, tapi yang paling penting adalah kita semua sebagai “fellow human beings”, seperti yang dikatakan oleh Bapak Presiden Prabowo Subianto, bahwa “as a fellow human beings, we have a job to preserve the planet, we have a job to do something for the planet, and for our fellow human beings.” Jadi mari yuk kita bersama, bukan hanya karena SDGs, tetapi karena ini adalah kewajiban mendasar kita sebagai salah satu bangsa di dunia. Sebagai fellow human beings, let's do something together!” ujarnya.Sekitar separuh dari 200 peserta adalah pakar warisan budaya, pejabat pemerintah, dan aktivis lingkungan dari berbagai daerah di Indonesia, sementara sisanya adalah pelajar dari berbagai sekolah di Jakarta. Sesi pagi berfokus pada kreativitas, warisan, dan konsumsi berkelanjutan, sedangkan sesi sore membahas sains, kebijakan, dan aksi kolektif.Nofa Farida Lestari, Direktur Eksekutif Indonesia Hidden Heritage Creative Hub, menekankan kekuatan bercerita untuk mendorong pembangunan keberlanjutan:“People and the City adalah program pembuka yang mengaktifkan 17 museum, situs warisan, dan ruang komunitas yang tersebar di Indonesia, untuk merefleksikan 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Di Indonesia Hidden Heritage Creative Hub, misi kami adalah mendorong semua pemangku kepentingan untuk berkontribusi pada SDGs,” katanya. Miklos Gaspar, Direktur UNIC Jakarta, menyampaikan tradisi ramah lingkungan di Indonesia yang dapat ditampilkan dan dihidupkan kembali oleh museum.“Menggunakan daun pisang sebagai pembungkus atau bambu sebagai bahan untuk kebutuhan sehari-hari membantu menghidupkan kembali tradisi lama dan sekaligus mendukung tujuan lingkungan" ujarnya. “SDG 12 adalah tentang pilihan yang kita buat setiap hari, apa yang kita konsumsi, bagaimana kita memproduksi, dan bagaimana kita mengelola sampah. Festival ini menunjukkan bahwa museum dan ruang publik dapat menjadi wadah yang hidup untuk dialog masyarakat dan partisipasi kreatif".Setelah Jakarta, Festival Cerita Kota akan berlanjut ke Bandung, Palembang, Cirebon, Sumbawa, Kendari, dan Ambon. Setiap kota akan menyelenggarakan kegiatan yang disesuaikan seperti lokakarya, lingkar cerita, pemutaran film, pameran, dan tur warisan, masing-masing dirancang untuk selaras dengan SDGs tertentu, termasuk Aksi Iklim, Pendidikan Berkualitas, dan Kesetaraan Gender. Berbagai badan PBB, termasuk UNEP, UNIDO, IOM dan badan lainnya, akan turut berkontribusi pada rangkaian acara ini.Dengan bergerak dari kota ke kota, festival ini memastikan percakapan tentang SDGs tidak hanya berlangsung di ruang rapat atau kantor pusat. Sebaliknya, diskusi ini hadir di ruang-ruang tempat masyarakat hidup, belajar, dan berkumpul.“Di museum, di jalanan, dan di ruang komunitas, percakapan ini membangkitkan kesadaran, menghubungkan lintas generasi, dan membuka cara-cara baru untuk mengaitkan warisan dengan ekonomi kreatif,” kata Lestari.
Membuka diskusi, Wakil Menteri Ekonomi Kreatif Irene Umar menekankan pentingnya keberlanjutan dalam industri budaya dan kreatif.“Sebenarnya SDGs itu ada banyak, tapi yang paling penting adalah kita semua sebagai “fellow human beings”, seperti yang dikatakan oleh Bapak Presiden Prabowo Subianto, bahwa “as a fellow human beings, we have a job to preserve the planet, we have a job to do something for the planet, and for our fellow human beings.” Jadi mari yuk kita bersama, bukan hanya karena SDGs, tetapi karena ini adalah kewajiban mendasar kita sebagai salah satu bangsa di dunia. Sebagai fellow human beings, let's do something together!” ujarnya.Sekitar separuh dari 200 peserta adalah pakar warisan budaya, pejabat pemerintah, dan aktivis lingkungan dari berbagai daerah di Indonesia, sementara sisanya adalah pelajar dari berbagai sekolah di Jakarta. Sesi pagi berfokus pada kreativitas, warisan, dan konsumsi berkelanjutan, sedangkan sesi sore membahas sains, kebijakan, dan aksi kolektif.Nofa Farida Lestari, Direktur Eksekutif Indonesia Hidden Heritage Creative Hub, menekankan kekuatan bercerita untuk mendorong pembangunan keberlanjutan:“People and the City adalah program pembuka yang mengaktifkan 17 museum, situs warisan, dan ruang komunitas yang tersebar di Indonesia, untuk merefleksikan 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Di Indonesia Hidden Heritage Creative Hub, misi kami adalah mendorong semua pemangku kepentingan untuk berkontribusi pada SDGs,” katanya. Miklos Gaspar, Direktur UNIC Jakarta, menyampaikan tradisi ramah lingkungan di Indonesia yang dapat ditampilkan dan dihidupkan kembali oleh museum.“Menggunakan daun pisang sebagai pembungkus atau bambu sebagai bahan untuk kebutuhan sehari-hari membantu menghidupkan kembali tradisi lama dan sekaligus mendukung tujuan lingkungan" ujarnya. “SDG 12 adalah tentang pilihan yang kita buat setiap hari, apa yang kita konsumsi, bagaimana kita memproduksi, dan bagaimana kita mengelola sampah. Festival ini menunjukkan bahwa museum dan ruang publik dapat menjadi wadah yang hidup untuk dialog masyarakat dan partisipasi kreatif".Setelah Jakarta, Festival Cerita Kota akan berlanjut ke Bandung, Palembang, Cirebon, Sumbawa, Kendari, dan Ambon. Setiap kota akan menyelenggarakan kegiatan yang disesuaikan seperti lokakarya, lingkar cerita, pemutaran film, pameran, dan tur warisan, masing-masing dirancang untuk selaras dengan SDGs tertentu, termasuk Aksi Iklim, Pendidikan Berkualitas, dan Kesetaraan Gender. Berbagai badan PBB, termasuk UNEP, UNIDO, IOM dan badan lainnya, akan turut berkontribusi pada rangkaian acara ini.Dengan bergerak dari kota ke kota, festival ini memastikan percakapan tentang SDGs tidak hanya berlangsung di ruang rapat atau kantor pusat. Sebaliknya, diskusi ini hadir di ruang-ruang tempat masyarakat hidup, belajar, dan berkumpul.“Di museum, di jalanan, dan di ruang komunitas, percakapan ini membangkitkan kesadaran, menghubungkan lintas generasi, dan membuka cara-cara baru untuk mengaitkan warisan dengan ekonomi kreatif,” kata Lestari.
1 of 5
Siaran Pers
06 September 2025
Hari Pemuda Internasional 2025 – Terang di Tangan Kita: Pemuda sebagai Pembawa Obor Harapan bagi Manusia, Planet, dan Kemakmuran
Jakarta, 6 September 2025 – United Nations Association in Indonesia (UNAI), dengan dukungan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Indonesia, hari ini menyelenggarakan Forum Pemuda dalam rangka Hari Pemuda Internasional 2025 dengan tema “Terang di Tangan Kita: Pemuda sebagai Pembawa Obor Harapan bagi Manusia, Planet, dan Kemakmuran.”Forum tahunan ini, yang tahun ini digelar secara daring, dihadiri lebih dari 150 peserta dari berbagai daerah di Indonesia, dengan peserta tambahan mengikuti siaran langsung melalui YouTube. Acara ini menyoroti peran penting pemuda dalam menjawab tantangan sosial, ekonomi, dan lingkungan, dengan diskusi berfokus pada tiga pilar utama: manusia, kemakmuran, dan planet.Acara dibuka dengan sambutan dari Miklos Gaspar, Direktur Pusat Informasi PBB (UNIC) di Indonesia, yang menekankan pentingnya populasi muda Indonesia sebagai motor kemajuan. “Indonesia memiliki populasi muda yang dinamis – yang sering disebut sebagai bonus demografi. Jika dibekali dengan pendidikan berkualitas dan pekerjaan layak, populasi muda ini dapat menjadi pendorong besar bagi pembangunan ekonomi. Namun lebih dari itu, pemuda adalah kunci pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Tanpa antusiasme, dinamika, dan kerja keras kalian, SDGs tidak akan tercapai. Kalian bukan hanya peserta dalam diskusi – melainkan adalah teladan, penggerak perubahan, dan pemimpin opini yang mampu menginspirasi orang lain dan membentuk masa depan,” ujarnya. Gaspar menegaskan bahwa keputusan yang diambil hari ini akan membentuk kehidupan generasi muda selama puluhan tahun ke depan, serta menegaskan kembali komitmen PBB untuk memastikan suara pemuda, khususnya dari komunitas di daerah dan pelosok, dapat terdengar.Setelah itu, Presiden UNAI Giras Bowo dalam sambutannya mengajak peserta untuk menyadari daya kepemimpinan dan kapasitas anak muda untuk dapat mengambil aksi. “Selama ini, narasi tentang pemuda hanya fokus pada apa yang tidak kita miliki – pengalaman, stabilitas, atau bahkan kursi di meja pengambilan keputusan. Padahal kenyataannya, kalian sudah menjadi pemimpin hari ini. Kalian adalah inovator, aktivis, dan wirausahawan yang membawa perubahan bagi dunia kita. Dengan jumlah pemuda terbesar dalam sejarah Indonesia, kreativitas, literasi digital, dan energi kalian adalah aset terbesar bangsa ini. Jangan tunggu undangan untuk duduk di meja keputusan – bawalah kursimu sendiri, atau bahkan bangun meja baru. Masa depan ada di tangan kalian, dan saya merasa sangat optimis ,” ujarnya.Rangkaian acara dimulai dengan Catalyst Conference, yang menampilkan Dina Mariana Lumbantobing, praktisi kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial dalam pengurangan risiko bencana, serta Ardine Cantari, pegiat lingkungan dan pemimpin Youth Conservation Initiative Bali. Keduanya berbagi perjalanan pribadi mereka dalam aktivisme, menunjukkan bagaimana dedikasi individu dapat berkembang menjadi gerakan yang bermanfaat bagi masyarakat. Kisah mereka menggambarkan ketangguhan, kreativitas, dan kegigihan yang menjadi ciri kepemimpinan pemuda di Indonesia.Selanjutnya, sesi Insight Talk membahas tiga pilar utama forum. Randa Sandhita, Youth Focal Point UNDP Indonesia, bersama Rafliansyah, Co-Founder Timur Network, dan Fiza Khan, anggota pendiri sekaligus juru bicara Green Welfare, mengeksplorasi bagaimana pemuda dapat berkontribusi dalam menghadapi ketimpangan, mendorong kemakmuran yang inklusif, dan memperkuat ketahanan lingkungan. Diskusi mereka mencerminkan keragaman pendekatan yang ditempuh pemimpin muda, mulai dari inovasi digital, kewirausahaan komunitas, hingga advokasi lingkungan - serta bagaimana semua upaya ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.Acara diakhiri dengan sesi SDGs Clinic, di mana peserta terlibat dalam konsultasi per orang dengan pemimpin muda dan praktisi berpengalaman. Giras Bowo, Presiden UNAI; Rizqi Magdawati, Youth Digital Support UNDP Indonesia; Yusril Nurhidayat, Presiden dari Youth Think Tank for Europe-Asia Relations (STEAR); Seruni Salsabila, suara terkemuka dalam advokasi iklim pemuda ASEAN; dan Astri Kirana, pendiri Sadari Project, menjadi mentor dalam sesi ini. Sesi ini memberikan bimbingan langsung bagi peserta dalam mengembangkan inisiatif, membangun jaringan, dan memperluas dampak.Sepanjang acara, Forum Pemuda dalam rangka Hari Pemuda Internasional 2025 ini menegaskan bahwa pemuda bukan hanya pemimpin masa depan, tetapi juga agen perubahan hari ini. Dari aksi iklim dan advokasi keadilan sosial hingga inisiatif ekonomi inklusif dan inovasi digital, pemuda Indonesia telah menunjukkan kapasitas mereka membentuk masa depan yang lebih baik. Acara ini menegaskan kembali komitmen bersama antara UNA Indonesia dan PBB untuk memberdayakan pemuda dan memperkuat suara mereka. Hari Pemuda Internasional bukan sekadar sebuah perayaan, melainkan seruan kolektif untuk bertindak serta sebuah pengingat bahwa dengan terang di tangan mereka, pemuda hari ini betul-betul adalah pembawa obor harapan bagi manusia, planet, dan kemakmuran.
1 of 5
Latest Resources
1 / 11
Sumber Daya
14 November 2025
Sumber Daya
12 Agustus 2025
Sumber Daya
24 Juni 2025
1 / 11